Liputan6.com, Jakarta - Kisah Muslim di Timor Leste adalah sebuah narasi yang kompleks dan menarik, mengisahkan perjalanan sejarah yang mencakup perdagangan, penyebaran agama, serta tantangan yang dihadapi komunitas minoritas. Islam diperkirakan telah hadir di Timor Leste jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, kemungkinan besar melalui jalur perdagangan dari pelaut Makassar dan Jazirah Arab.
"Catatan sejarah menunjukkan keberadaan tokoh-tokoh Muslim, seperti Abdullah Afif, menetap di Dili sebelum tahun 1512," akun TikTok @hirzq menukilkan ceritanya pada Senin, 10 Maret 2025.
Menurut penuturan keturunan Arab yang menetap di Timor Leste hingga kini, yang termuat di buku "Islam di Timor Timur" karya Ambarak A. Bazher terbitan Gema Insani Press tahun 1995, nenek moyang mereka pertama kali mencapai Dili setelah terlebih dahulu singgah di Kepulauan Nusantara.
Tokoh Muslim Abdullah Afif pertama kali sampai di Dili pada 1512, disusul Habib Umar Muhdlar dan keturunan-keturunan Arab lain hingga mereka membentuk pemukiman di sana, bahkan sebelum kedatangan bangsa Arab tersebut.
Timor Leste telah lebih dahulu berinteraksi dengan Kesultanan Malaka dan jadi bagian dari wilayah kekuasaan Malaka yang tercetus dalam Konfederasi Malaka –Timor. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa Timor Leste telah sejak lama berinteraksi dengan Islam yang diakui sendiri oleh penduduk di sana.
Ajaran Islam di Timor Leste pertama kali dibawa pedagang Muslim dari Arab dan Hadramaut sekitar abad ke-14. Namun, mereka baru tinggal, menetap, dan mendakwahkan agama Islam sekitar abad ke-16.
Islam Pernah Jadi Agama Mayoritas Sebelum Pengaruh Kolonial
Sejak saat itu, Islam secara perlahanmelakukan penetrasi terhadap pribumi Timor Leste yang memegang erat tradisi nenek moyang. Islam mengalami perkembangan pesat di kemudian hari, bahkan sempat jadi agama mayoritas di Timor Leste.
Kedatangan kekuatan Portugis yang membawa misi gospel membuat keadaan berbalik. Upaya kristenisasi gencar dilakukan sehingga secara signifikan memengaruhi keberadaan komunitas Muslim di Timor Leste.
Proses evangelisasi dan dominasi budaya Katolik menyebabkan pengurangan jumlah pemeluk Islam secara bertahap. Setelah Timor Leste merdeka dari Indonesia pada 1999, terdapat laporan tentang pengusiran sejumlah Muslim dari negara tersebut, meski jumlah pastinya masih diperdebatkan.
Hal ini menunjukkan tantangan yang dihadapi komunitas Muslim dalam mempertahankan identitas dan keberadaannya di tengah mayoritas penduduk Katolik. Sementara secara kultural, wilayah Timor Leste didiami beberapa suku, yakni orang-orang Helon, Roti, Belu, Atoni, Marae, dan Kamak.
Di luar suku pribumi, terdapat pula pendatang dari Indonesia dan Arab yang menetap di Timor Leste. Adapun suku pribumi di Timor Leste amat kental dengan adat istiadat dan budaya nenek moyang mereka yang diwujudkan dalam sistem kemasyarakatannya.
Kondisi Terkini dan Harapan Masa Depan
Timor Leste merupakan negara paling muda di Asia Tenggara yang merdeka pada 20 Mei 2002. Jika dibandingkan dengan negara keanggotaan ASEAN lain, Timor Leste yang baru bergabung pada 2022.
Timor Leste seolah berjalan merangkak, berkembang sedikit demi sedikit untuk mewujudkan negara yang ideal. Mengutip jurnal berjudul "Pasang Surut Islam dalam Arus Sejarah Timor Leste: dari Mayoritas hingga Minoritas" yang ditulis Novia Rahmadani dari UIN Imam Bonjol, Padang, terlepas dari ketertinggalan tersebut, pasang surut dinamika Islam terus berjalan beriringan dengan plot-plot historis di Timor Leste hingga era kontemporer saat ini.
Secara umum, terdapat tiga pembabakan perkembangan Islam di Timor Leste, yakni masa imperialisme bangsa Portugis, masa integrasi dengan Indonesia, dan pascamerdeka hingga saat ini. Komunitas Muslim di Timor Leste saat ini relatif kecil, diperkirakan hanya sekitar 0,32 persen dari total populasi.
Mereka menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal pendidikan agama Islam formal. Hal ini dapat berdampak pada pemahaman dan praktik keagamaan di kalangan generasi muda. Meski demikian, komunitas Muslim tetap ada dan menjalankan ibadahnya dengan penuh semangat.
Masjid An-Nur di Dili Sebagai Saksi Perkembangan Islam
Salah satu simbol penting bagi komunitas Muslim di Timor Leste adalah Masjid An-Nur yang didirikan pada 1955. Masjid ini tidak hanya jadi tempat ibadah, tapi juga tempat berlindung bagi warga dari berbagai latar belakang agama selama masa konflik.
Masjid An-Nur tetap jadi pusat kegiatan keagamaan bagi komunitas Muslim. Idulfitri dan Iduladha diakui sebagai hari libur nasional, yang menunjukkan adanya pengakuan resmi terhadap keberadaan komunitas Muslim di Timor Leste.
Salah satu contoh inspiratif adalah kisah Yulio Muslim da Costa, seorang mualaf yang berhasil menghafal 30 juz Al-Qur'an. Kisahnya jadi simbol semangat dan keteguhan dalam memeluk agama Islam di tengah tantangan yang ada.
Kisah Muslim di Timor Leste adalah kisah tentang ketahanan, adaptasi, dan perjuangan untuk mempertahankan identitas agama di tengah tantangan sejarah dan demografi. Meskip jumlah mereka kecil dan menghadapi berbagai kendala, komunitas Muslim di Timor Leste tetap eksis dan berkontribusi pada keragaman budaya dan agama di negara tersebut.