Liputan6.com, Jakarta - Efisiensi anggaran 2025 tidak mengecualikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), sementara upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Indonesia masih dicegat sejumlah tantangan. Anggaran kementerian tersebut berkurang Rp146.886.424.000, atau 48,86 persen, dari Rp300.654.181.000 jadi Rp153.767.757.000.
Staf Ahli Menteri PPPA Bidang Hubungan Kelembagaan, Indra Gunawan, mengatakan bahwa pihaknya menyiasati kondisi tersebut dengan giat membangun kolaborasi di berbagai bidang. Kolaborasi ini dilakukan termasuk dengan kementerian/lembaga teknis yang anggarannya masih lebih banyak dari KemenPPPA.
"Walau sama-sama dipotong, tapi kalau (anggaran awalnya) Rp10 triliun, dipotong 50 persen jadi (Rp)5 triliun, itu masih bisa dimanfaatkan untuk berkolaborasi," katanya saat jumpa pers seputar Hari Perempuan Sedunia di Kantor PBB di Indonesia, Jakarta, Kamis, 6 Maret 2025.
Tidak hanya dengan kementerian/lembaga, KemenPPPA juga mengaku semakin gencar menggandeng pihak-pihak lain. Indra berkata, "Kolaborasi-kolaborasi ini sebenarnya sudah kami lakukan sebelumnya, tapi saat ini jadi semakin gencar karena efisiensi."
Di tengah keterbatasan anggaran, Indra menyebut, KemenPPPA akan tetap menangani sejumlah kasus seputar perempuan dan anak di Indonesia. Layanan ini, kata dia, merupakan bagian dari alokasi dana khusus yang tetap berjalan, kendati pembiayaan secara keseluruhan terpotong efisiensi anggaran.
"Maka itu, kami tetap bisa memaksimalkan penanganan korban," ujar dia. "Seperti beberapa minggu lalu, saya merekomendasikan kebutuhan mendatangkan tenaga ahli untuk melihat kasus di salah satu provinsi, dan itu bisa dilakukan dengan mengoptimalkan anggaran dana alokasi khusus yang ada, meski terbatas juga."
Penganggaran Responsif Gender
Di kesempatan yang sama, Head of Programmes UN Women Indonesia, Dwi Yuliawati Faiz, menimpali, "Ada yang menarik sebenarnya kalau kita lihat, karena ketika kami mengimplementasikan penganggaran responsif gender, satu hal yang jadi jangkarnya adalah efisiensi."
"Jadi bahkan sebelum efisiensi itu dikaitkan, pemikiran mengenai gender responsive budgeting adalah bagaimana memastikan agar anggaran yang dipunya, berapa pun jumlahnya, bisa tepat sasaran dan memprioritaskan kesataan gender," ia menyambung.
Memastikan penganggaran tepat sasaran, menurut dia, merupakan landasan efisiensi. "Memastikan anggaran tepat sasaran itu butuh berbagai sumber informasi. Misalnya, kita sudah punya SPHPN (Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional) yang menjabarkan the likelihood of women berusia sekian sampai sekian itu mengalami kekerasan."
"Yang perlu kemudian dilakukan adalah memetakan, kalau likelihood-nya segini, berapa biaya untuk meresponsnya? Jumlahnya segini, prevalence-nya segini, dari situ bisa buat anggaran yang tepat sasaran," ia menyambung. Dwi mempersepsikan efisiensi anggaran sebagai kesempatan untuk bekerja lebih cerdas.
"Data itu sangat kurang dimanfaatkan, jadi sekarang waktunya kita pakai itu," ia menggarisbawahi.
Analisis Dampak Efisiensi Anggaran
Di tengah efisiensi anggaran, Assistant Representative UNFPA Indonesia, Verania Andria, menyebut bahwa pihaknya secara khusus bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam menganalisis dampak pengurangan bujet penyediaan alat kontrasepsi, dari Rp120 miliar turun jadi Rp60 miliar.
"Itu apa dampaknya pada, misalnya, kehamilan yang tidak diinginkan," kata dia.
Siasat lainnya adalah menentukan prioritas. "Kami bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri, menggunakan platform gender responsive budgeting, membantu (mendata) apa saja program-program berdampak tinggi dalam penanganan kekerasan berbasis gender (KBG) dan kesehatan reproduksi."
Dari situ, mereka hanya akan memilih "program berdampak tinggi" sebagai prioritas dalam penganggaran. Selain itu, UNFPA Indonesia juga bisa berperan dalam mobilisasi sumber daya tanpa menggantikan peran pemerintah.
"Kita bisa komplementaris, coba bantu mobilisasi resources. Misalnya, kami mobilisasi dana dari negara-negara donor yang memang concern terhadap kekerasan berbasis gender dan kesehatan reproduksi, seperti Kanada, Inggris Raya, dan Swedia," bebernya.
Hari Perempuan Sedunia 2025
Verania menegaskan bahwa bila efisiensi anggaran menunjukkan penurunan kualitas layanan di lapangan, kemungkinan risiko dari kejadian itu harus dilaporkan. Sementara itu, Hari Perempuan Sedunia, yang dirayakan setiap 8 Maret, merupakan ajakan meneriakkan pesan untuk hak yang sama dengan lantang dan jelas.
"Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia!" melansir situs webnya, Jumat (7/3/2025). "Kita merayakan semua perempuan dalam keberagaman. Kita merangkul sisi mereka dalam hal keyakinan, ras, etnis, gender atau identitas seksual, serta disabilitas."
"Inilah saatnya merayakan pencapaian perempuan, baik secara sosial, politik, ekonomi, maupun budaya," ajak mereka. Tema resmi PBB untuk Hari Perempuan Sedunia 2025 adalah "Untuk SEMUA perempuan dan anak perempuan: Hak. Kesetaraan. Pemberdayaan."
Hari Perempuan Sedunia tahun ini diperingati menjelang Komisi ke-69 PBB tentang Status Perempuan, yang akan berfokus pada tinjauan dan penilaian implementasi Deklarasi dan Platform Aksi Beijing, serta hasil sesi khusus ke-23 Majelis Umum. Setiap tahun, Hari Perempuan Internasional diperingati dengan demonstrasi, refleksi, dan acara lain dari komunitas lokal.