Liputan6.com, Jakarta - Hakim Carl Nichols akhirnya memerintahkan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS) untuk merilis dokumen visa AS Pangeran Harry versi yang disunting paling lambat Selasa, 18 Maret 2025. Keputusan itu tertulis dalam surat pengadilan tertanggal 15 Maret 2025.
Hakim Nichols memerintahkan file terkait dengan aplikasi visa Pangeran Harry ke AS harus dibuka sebagai bagian dari permintaan Freedom of Information (FOI) yang sedang berlangsung yang diajukan oleh organisasi konservatif AS, Heritage Foundation. Organisasi tersebut sebelumnya mempertanyakan kelayakan Harry untuk memasuki AS pada 2020 setelah ayah dua anak itu mengaku menggunakan narkoba di masa lalu dalam memoarnya, Spare.
Mengutip Hello Magazine, Senin (17/3/2025), hakim yang sama pada 2024 memutuskan bahwa dokumen visa Harry akan tetap disegel karena publik tidak menaruh minat yang kuat terkait pengungkapan catatan keimigrasian Duke of Sissex. Dalam keputusannya saat itu, ia menuliskan, "Seperti warga negara asing lainnya, Duke memiliki kepentingan privasi yang sah dalam status imigrasinya."
"Dan pernyataan publik Duke tentang perjalanannya dan penggunaan narkoba tidak mengungkapkan, dan karena itu tidak menghilangkan minatnya untuk merahasiakan, informasi spesifik mengenai status imigrasinya, aplikasi, atau materi lainnya," sambung dia.
Namun, Heritage Foundation meminta revisi atas putusan ini. Meskipun sebelumnya menolak permintaan FOI, pengacara dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS akhirnya setuju untuk merilis versi yang disunting dari formulir tersebut pada Februari 2025.
"Secara khusus, Tergugat akan mengusulkan untuk menyunting semua informasi dalam item ini yang akan mengungkapkan informasi yang telah ditentukan oleh Pengadilan dapat disembunyikan oleh Tergugat," tulis pengacara Departemen John Bardo dalam surat pengadilan.
Pengakuan Harry Memakai Narkoba di Memoarnya
Heritage Foundation menuduh Harry telah menyembunyikan penggunaan narkoba ilegal di masa lalu yang seharusnya mendiskualifikasikannya dari mendapatkan visa AS. Dalam memoarnya, Spare, ia mengaku pernah menggunakan kokain, mariyuana, dan jamur psikedelik di masa muda.
Meski ada pengakuan tersebut, Presiden Donald Trump yang sebelumnya sering mengutarakan keinginannya untuk mendepak Harry dari AS, akhirnya berubah pikiran. Ia menolak untuk mendeportasi Harry dari AS pada bulan Februari tahun ini. Dalam sebuah wawancara dengan New York Post, dia mengatakan: "Aku akan membiarkannya sendiri."
"Dia sudah cukup bermasalah dengan istrinya. Dia (Meghan Markle) mengerikan," imbuhnya.
Trump sebelumnya menolak untuk melindungi Harry yang pindah ke AS bersama Meghan Markle dan anak mereka pada 2020 ke Montecito, California, Amerika Serikat. Trump menjelaskan alasannya kepada Daily Express US, "Aku tidak akan melindunginya. Dia mengkhianati Ratu. Itu tidak bisa dimaafkan. Dia akan sendirian jika itu terserah padaku."
Di sisi lain, menurut hukum imigrasi Amerika Serikat, penggunaan narkoba di masa lalu dapat memengaruhi kelayakan visa. Karena itu, muncul dugaan bahwa Harry tak jujur dalam mengungkapkan informasi ini dalam permohonan visanya.
Dugaan Harry Peroleh Perlakuan Istimewa
Mengutip dari laman The Sun, Kamis, 6 Februari 2025, Nile Gardiner dari Heritage Foundation mengatakan kepada The London Daily Telegraph, "Siapa pun yang mengajukan permohonan ke Amerika Serikat harus jujur dalam aplikasi mereka, dan tidak jelas apakah itu terjadi pada kasus Pangeran Harry."
Heritage Foundation juga menyiratkan bahwa Harry mungkin telah mendapat perlakuan istimewa dari pemerintahan Joe Biden setelah dia dan Meghan pindah ke California pada 2020 menyusul mundurnya mereka sebagai anggota senior Kerajaan Inggris. Gugatan tersebut berlanjut karena kelompok tersebut berupaya untuk mendapatkan kejelasan tentang apakah proses visa Harry ditangani sesuai dengan peraturan standar Amerika Serikat.
The Heritage Foundation menggugat Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) setelah permintaan mereka untuk mengakses dokumen imigrasi Harry ditolak. Gugatan ini menyoroti pentingnya transparansi dalam proses imigrasi, terutama bagi figur publik yang telah mengakui penggunaan narkoba.
Donald Trump Perketat Izin Masuk untuk Warga dari 43 Negara
Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump dilaporkan sedang mempertimbangkan aturan perjalanan baru yang akan dikenakan kepada warga dari berbagai negara. The New York Times, mengutip informasi dari sumber resmi, menyatakan total 43 negara tercantum dalam daftar draft yang dibagi menjadi tiga kategori pembatasan perjalanan.
Melansir laman news.com.au, Minggu, 16 Maret 2025, kategori pertama disebut kategori merah. Itu adalah kelompok negara yang warganya akan dilarang masuk AS sepenuhnya, termasuk Afghanistan, Bhutan, Kuba, Iran, Libya, Korea Utara, Somalia, Sudan, Suriah, Venezuela, dan Yaman.
Berikutnya adalah kategori oranye. Itu adalah kelompok negara yang mengalami pembatasan visa yang ketat, termasuk Belarusia, Eritrea, Haiti, Laos, Myanmar, Pakistan, Rusia, Sierra Leone, Sudan Selatan, dan Turkmenistan. "Dalam kasus tersebut, pelancong bisnis kaya mungkin diizinkan untuk masuk, tetapi bukan orang yang bepergian dengan visa imigran atau turis," lapor The New York Times.
Sebanyak 22 negara lainnya dimasukkan dalam kategori kuning. Kelompok negara tersebut memiliki waktu 60 hari untuk mengatasi masalah yang disorot AS atau berisiko dipindahkan ke salah satu kategori yang lebih ketat. Mengutip Euronews, daftarnya meliputi Angola, Antigua dan Barbuda, Benin, Burkina Faso, Vanuatu, Gambia, Republik Dominika, Republik Demokratik Kongo, Zimbabwe, Tanjung Verde, Kamboja, Kamerun, Kongo, Liberia, Mauritania, Malawi, Mali, São Tomé dan Príncipe, Guinea, Saint Kitts dan Nevis, St. Lucia, dan Chad.