Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka resmi memasuki 100 hari pertama. Menilai kinerja pemerintahan mereka, organisasi nonprofit Greenpeace Indonesia bersama lembaga riset yang fokus di bidang ekonomi dan kebijakan publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS) merilis rapor bayangan.
Merujuk utas di akun X Greenpeace Indonesia, Selasa, 28 Januari 2025, mereka menggunakan indikator A untuk sangat baik hingga E untuk sangat buruk dalam menilai 100 hari Prabowo-Gibran. "Satu kesimpulan dari 'rapor bayangan' Prabowo-Gibran adalah: belajar lagi!" cuitnya.
Mereka menyambung, "Dimulai dengan penilaian dari sisi lingkungan. Ada beberapa aspek yang Greenpeace nilai masih buruk. Yang pertama adalah soal ketahanan pangan dan energi yang kami beri nilai E karena tanaman sawit dan hutan itu tidak sama, ya Pak @prabowo!"
Greenpeace Indonesia menyoroti rencana pemerintah membuka 20 hektare lahan untuk sektor pangan dan energi dalam penilaiannya. Menurut mereka, keputusan ini dapat "mengancam keberlanjutan lingkungan akibat deforestasi dan kerusakan terhadap ketahanan pangan masyarakat adat karena disrupsi terhadap sumber pangan lokal."
"Aspek lingkungan lain yang dinilai adalah konservasi laut, kawasan pesisir, dan pulau kecil. Lagi-lagi, Prabowo-Gibran dapat nilai E karena minimnya kepedulian menjaga laut, serta melindungi masyarakat di pesisir dan pulau kecil," imbuh mereka.
Greenpeace Indonesia menyebut bahwa konservasi wilayah laut belum mempertimbangkan nasib warga pesisir dan pulau-pulau kecil. Mereka menyontohkan nasib nelayan Teluk Jakarta dan ancaman pagar laut. "Prabowo juga masih melanjutkan kebijakan eksploitasi minerba dari era sebelumnya dengan dalih hilirisasi yang dapat mengancam kehidupan masyarakat pesisir dan pulau kecil," pihaknya menambahkan.
Pengelolaan Sampah sampai Wacana Pajak 12 Persen
Kendati demikian, ada beberapa hal yang bisa diapresiasi dari 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran, kata Greenpeace Indonesia. "Meski masih banyak yang perlu diperbaiki. Salah satunya adalah sisi pengelolaan sampah," mereka mencatat.
"Prabowo-Gibran layak dapat nilai D soal pengelolaan sampah karena ada inisiatif untuk menutup tempat pembuangan sampah akhir (TPA) ilegal. Sayangnya, alokasi anggaran untuk lingkungan, termasuk penanganan sampah, masih kurang!"
"Di panggung internasional, Prabowo kerap mengumbar janji tentang transisi energi dan peralihan dari batu bara. Namun belum ada peta jalan jelas soal transisi ini, sementara PLTU kawasan industri terus dikasih izin beroperasi. Jadi, pemerintah pantas dapat nilai D untuk ini," menurut mereka.
Laporan itu beralih ke sektor ke ekonomi yang secara keseluruhan membuat pemerintah mendapat nilai D. Menurut Greenpeace, belum terlihat ada kebijakan yang dipercaya akan mendongkrak daya beli masyarakat. "Bukannya mendorong daya beli masyarakat, pemerintah malah mau melemahkannya lagi lewat rencana PPN 12%!"
Desak Ratifikasi Konvensi ILO 188
Greenpeace Indonesia menyambung, "Meski akhirnya 'batal' (pajak 12 persen) dengan penuh miskoordinasi, pemerintah seharusnya bisa cari sumber pajak lain. Untuk itu, kami kasih nilai E untuk aspek kebijakan fiskal & perpajakan."
"Walau banyak PHK yang terjadi di 100 hari pertama karena industri manufaktur yang gulung tikar, pemerintah masih patut diapresiasi dengan nilai D di aspek ketenagakerjaan berkat pengakuan MK bahwa pelaut migran=pekerja migran. Tinggal ratifikasi Konvensi ILO 188 aja nih!"
Melansir laman Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Rabu (29/1/2025), ratifikasi Konvensi ILO 188 adalah proses pengesahan Konvensi ILO 188 oleh Indonesia sebagai negara anggota ILO. Konvensi ini mengatur tentang pekerjaan dalam penangkapan ikan.
"Jika diratifikasi, Konvensi ILO 188 bakal semakin menguntungkan pelaut migran karena konvensi ini bertujuan untuk memastikan kondisi kerja yang layak bagi nelayan di atas kapal," sebut Greenpeace.
Penilaian berlanjut ke kebijakan luar negeri, yang mana lagi-lagi Prabowo-Gibran dapat nilai D. "Bergabung dengan BRICS hanya mereplikasi hubungan bilateral Indonesia-China, sementara masa aksesi keanggotaan Indonesia di OECD masih terus berjalan," kata mereka.
Makan Bergizi Gratis sampai Demokrasi
Greenpeace Indonesia melanjutkan, "Program paling populis dari pemerintahan, Makan Bergizi Gratis, pun kami beli nilai D. Meski tujuannya baik, implementasi program ini masih sangat sentralistik sehingga rawan korupsi dan *uhuk* penuh intimidasi."
Bersama narasi itu, mereka membagikan tangkapan layar konten media sosial Deddy Corbuzier yang sempat menyemprot siswa SD karena mengkritik menu Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak enak. Di video tidak hanya Deddy yang muncul, namun juga istrinya, Sabrina Chairunnisa.
Berlanjut, soal demokrasi, hukum, dan HAM, pemerintah "harus belajar lagi," sebut Greenpeace. "Komentar soal pengampunan koruptor, pemerintahan yang tidak efektif dan efisien, serta menyempitnya ruang kebebasan sipil jadi alasannya," mereka menjelaskan.
Di akhir utas, mereka mengajak warganet untuk memberi nilai di rapor bayangan 100 hari Prabowo-Gibran. "11/100," kata salah satunya. Sementara itu, ada juga yang mengkritik, "Kok Demokrasi D sih? ini Demokrasi Omon Omon kah @GreenpeaceID ..? Masa D?"
"Emang belom ada gebrakan nih pemerintah, yang ada cuman blunder-blunder konyol. Yahh semoga aja mereka tobat beneran kerja untuk rakyat," sahut yang lain.