Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menargetkan penyelesaian pengawasan terhadap 343 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) open dumping atau menimbun sampah secara terbuka pada 28 Februari 2025. Setelahnya, pengelola TPA nakal yang masih melakukan praktik merugikan tersebut akan dikenakan sanksi, benarkah sudah bisa diimplementasi?
Terkait itu, Menteri Lingkungan Hidup (MenLH) Hanif Faisol Nurofiq menyebut saat ditemui di sela inspeksi Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara, Senin (3/3/2025), "(Kami) sudah melakukan pendetailan, drafting-nya juga sudah final. Saya sudah tanda tangan,"
Ia menyambung, "Jadi nanti hari Jumat (7 Maret 2025), kami akan melakukan conference (pertemuan), tapi mungkin ada rakor (rapat koordinasi) sebelumnya di Menko, karena kami ingin Pak Menko yang menyampaikan supaya ada engage semua pihak."
MenLH juga menyebut bahwa ada potensi penegakan hukum pidana terhadap sejumlah pengelola TPA yang masih melakukan open dumping. "Saya tidak ingin mendahului penyidik, tapi berdasarkan kritesia, ada tujuh TPA yang bisa dituntut sanksi pidana," ungkapnya, tanpa menyebutkan tujuh TPA yang dimaksud.
Tuntutan pidana, menurut dia, tidak bisa dihindari karena pencemaran yang sudah "sangat berat." "Open dumping akan kami akhiri. Pelaksanaan pengakhiran ini ada tematik waktunya. Jadi, rata-rata ada beberapa bulan yang baru selesai," ia menyebut.
Hanif mengatakan, perbaikan TPA open dumping membutuhkan waktu tidak sebentar dan harus melalui sejumlah proses, kendati ia tidak mendetailkan rencana dan apa pengganti pengelolaan sampah yang disiapkan. Demi memaksimalkan pengelolaan sampah di daerah sesuai UU, kata MenLH, dibutuhkan alokasi sekitar tiga persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
343 TPA, Kecuali Bantar Gebang
MenLH menyebut, "(Penertiban) 343 TPA open dumping, kecuali Bantar Gebang, akan kami selesaikan dalam bulan-bulan ini." TPA Bantar Gebang, menurut dia, butuh diskusi tersendiri, karena "kompleksitas yang lebih tinggi."
Hanif menuturkan bahwa pihaknya telah mendesain rencana pengelolaan sampah sesuai karakter masing-masing TPA. Ini termasuk mempertimbangkan volume sampah timbulan harian dan lanskap lokasi TPA, apakah memungkinkan untuk bergeser atau tidak.
"Itu sudah kami desain. Jadi ada tata waktu, tidak langsung ditutup mati (TPA), ada persiapan. Tapi yang jelas, perintah mematikannya minggu ini, bulan ini harus kita lakukan, sehingga semua pimpinan daerah akan berpikir untuk mengalokasikan dana sesuai rekomendasi Komisi XII DPR, yakni paling sedikit tiga persen dari APBD dialihkan untuk menangani sampah."
TPA yang melanjutkan praktik open dumping dan tidak mematuhi standar pengelolaan sampah dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2008, rangkum Antara. Ancaman hukumannya, yaitu pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar
Waspadai Dioksin Puran
Terkait penyaringan udara di TPA maupun TPS3R, MenLH menyebut, pihaknya belum sampai isu itu, karena masih fokus menyelesaikan persoalan sampah. "Tapi memang betul (penyaringan udara) juga jadi perhatian kami," imbuhnya.
MenLH mebeberkan, "Ada beberapa upaya untuk menyelesaikan sampah dengan insinerator (semacam tungku pembakaran). Saya akan agak tegas sedikit, karena ternyata insinerator yang dibangun sebagian besar masih belum memenuhi baku mutu."
"Harusnya minimal suhu kan 800 (derajat Celcius) dan itu tertutup, tidak boleh dibuka langsung, karena pasti menimbulkan dioksin puran. Dioksin puran ini lebih berbahaya daripada sampah.Sampah bisa kita tangani, karena bendanya ada, tapi dioksin puran tidak bisa."
"Terbang (ke udara) umurnya lama 20--30 tahun dan akhirnya sampai ke kita. Tungku itu bener-bener bahaya. Maka itu, semua pihak tolong hindari pembakaran sampah dengan tungku, karena ini bahayanya berlipat-lipat dari sampah," ia mengimbau.
Sebelumnya, Hanif menyatakan bahwa salah satu program prioritas jajarannya pada 2025 adalah menangani masalah sampah. Ia berencana mengarahkan semua jajaran untuk "mengeroyok" pekerjaan rumah yang tidak kunjung rampung sejak Undang-Undang Pengelolaan sampah Nomor 18/2018 keluar.
Ambisi Menyetop Praktik Open Dumping
"Yang paling menonjol hari ini, tanpa mengurangi yang lain, itu masalah sampah... Selesaikanlah satu tahun ini. Open dumping kita tutup, budaya harus kita bangun, berapapun duitnya harus kita bayari," kata Hanif seusai pelantikan pejabat eselon I di kantor KLH Kebon Nanas, Jakarta Timur, Senin, 6 Januari 2025.
Ia menegaskan bahwa praktik open dumping tidak bisa lagi ditoleransi karena bahaya lingkungan dan kesehatannya begitu besar. Akibat open dumping, TPA menimbun gas metana begitu besar yang bisa sewaktu-waktu menimbulkan kebakaran hebat dan membahayakan nyawa.
Praktik open dumping juga menyebabkan air lindi yang tidak tertangani dengan baik, mencemari tanah di sekitar lokasi pembuangan sampah. Belum lagi masalah polusi udara dan kontaminasi silang yang membahayakan kesehatan masyarakat dan kerap memicu konflik sosial.
"Targetnya, bulan ini, Januari--Februari, semua open dumping harus sudah diterbitkan paksaan pemerintah dari Menteri. Dengan paksaan pemerintah itu, ada jadwal yang harus ditepati," kata Hanif lagi.
Paksaan itu berlaku untuk pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, agar menutup TPA yang masih menerapkan praktik open dumping. Menurut Hanif, dengan paksaan itu, pemda yang tidak bisa memenuhi kewajibannya akan dijerat dengan pasal pidana dan perdata, seperti kasus TPA Rawa Kucing di Tangerang.