Dedi Mulyadi Singgung Pelaku Wisata di Puncak Imbas Banjir dan Longsor Bogor

5 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Perubahan lanskap di kawasan Puncak Bogor disebut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebagai biang kerok terjadinya banjir dan longsor, baru-baru ini. Menurut dia, puncak seharusnya "isinya pohon."

"(Puncak) sekarang berubah isinya bangunan, tempat wisata, vila, dan sejenisnya. Ayo, berani nggak kita bareng-bareng untuk segera menyulap Puncak jadi kawasan hijau, bukan kawasan beton. Ributnya jangan pada waktu hujan, nanti sudah musim kemarau lupa lagi, hujan ribut lagi," katanya di video di akun Instagram-nya, Senin, 3 Maret 2025.

Dedi mengajak publik menyelesaikan masalah ini bersama-sama sampai tuntas. "Tanpa ada kepentingan apapun, kecuali konservasi," tegasnya. "Ayo sekarang kita gerakin daerah-daerah kosong perbukitan, tanamin pohon. Saya sudah minta Kepala (Dinas) Kehutanan (Jawa Barat) siapkan ratusan ribu bila perlu jutaan pohon untuk segera ditanamkan."

"Tidak usah lagi ada acara seremoni-seremoni, upacara, langsung gerakin petani, gerakin warga nanemin pohon, setiap warga nanti mendapat hak melakukan pengelolaan dan saya lagi memikirkan bagaimana membiayainya," ia menyambung.

Kerusakan lingkungan di kawasan Puncak Bogor juga disebut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat sebagai penyebab banjir. Pada kanal Regional Liputan6.com, Rabu, 5 Maret 2025, Direktur Walhi Jabar Wahyudin Iwang menegaskan, faktor alam bukan satu-satunya penyebab banjir.

Iwang mengatakan, deforestasi dan alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor sudah berlangsung selama bertahun-tahun. "Hutan dan lahan resapan air yang seharusnya jadi benteng alami terhadap banjir telah berubah jadi vila, hotel, perumahan, dan pengembangan wisata yang berkedok ramah lingkungan," katanya.

Promosi 1

Alih Fungsi Lahan

Ironinya, kata Iwang, alih fungsi lahan tersebut kebanyakan berada di kawasan perkebunan yang pengelolaannya di bawah PTPN VIII. "Dalam kurun waktu lima tahun, Walhi menduga kurang lebih hampir 45 persen kerusakan (terjadi) di kawasan Puncak Bogor," sebutnya.

"Ini meningkat drastis, sehingga jika dihitung per hari ini, kerusakan akibat alih fungsi kawasan dapat diperkirakan jadi 65 persen atau setara setengah lebih luas kawasan Puncak Bogor telah mengalami kerusakan yang serius. Akibatnya, kemampuan tanah untuk menyerap air hujan berkurang drastis," bebernya.

Alih fungsi lahan, kata Iwang, didominasi properti dan fasilitas pariwisata yang tidak terkendali. Banyak pengembang yang diduga sengaja mengabaikan analisis dampak lingkungan (Amdal) demi mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek. Dokumen Amdal, UKL/UPL, terkesan hanya dijadikan prasyarat bagi para pengembang untuk mendapat izin berusaha semata

Terkait kerusakan lingkungan di Puncak Bogor yang disebut jadi biang keladi banjir, Dedi mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi tata ruang di kawasan tersebut. Itu dilakukan bersama pemerintah pusat, yang kemudian memungkinkan dilakukannya moratorium pembangunan.

2 Fokus Evaluasi Kawasan Puncak Bogor

Kanal Regional Liputan6.com melaporkan pada Rabu, Dedi menyebut bahwa evaluasi kawasan puncak akan berfokus pada dua hal. Pertama, terkait perubahan tata ruang. "Misalnya, perkebunan Gunung Mas ada 1.600 hektare yang mengalami perubahan peruntukan di rencana kerja PTPN. Berubah dari perkebunan jadi agrowisata," ujarnya.

Evaluasi kedua, kata Dedi, adalah aliran sungai yang berada di kawasan puncak, yang di bantarannya terdapat banyak pembangunan perumahan. "Itu kan banyak yang membuang limbah batu, limbah tanah, sampai urukan ke sungai, sehingga kemarin (banjir) di Cijayanti," ucap dia.

Dedi mengatakan, evaluasi tersebut juga akan dibawa untuk kemudian dibahas bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) yang sudah menjadwalkan pertemuan dengan Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, pekan depan.

"Saya minta maaf sebagai pemerintah Provinsi Jawa Barat karena pemerintah Jawa Barat melalui BUMD yang bernama Jaswita itu buka area wisata di kawasan perkebunan, dan itu yang kemarin jadi keriuhan di masyarakat karena ada beberapa bangunan liar, bangunan roboh, dan masuk sungai," kata dia.

Dedi juga menyatakan akan menutup usaha Jaswita di perkebunan tersebut jika evaluasinya menyimpulkan terjadi pelanggaran aturan. "Kami bongkar kalau memang itu melanggar aturan," ujar dia.

Kerusakan Ekologis di Puncak Bogor

Di keterangannya, Iwang menjelaskan, Puncak Bogor hingga Gunung Mas merupakan lahan dengan status L4, yaitu kawasan yang memberi perlindungan terhadap tanah dan air, serta sebagai zona L1, yaitu sebagai resapan air. Maka, jika intervensi terus meningkat yang mengarah pada kerusakan, jangan heran banjir menerjang Jabodetabek, walau hanya hujan beberapa jam saja.

"Itu semata-mata adalah kerusakan ekologis yang terjadi di kawasan Puncak Bogor," katanya. Walhi Jabar menyoroti kurangnya pengawasan pemerintah terhadap tata guna lahan dan pembangunan di kawasan Puncak Bogor. 

"Yang kami temukan masih banyak bangunan yang didirikan tidak sesuai rencana tata ruang wilayah, sementara upaya konservasi dan upaya pemulihan lingkungan masih sangat minim dilakukan pengembang, termasuk pemerintah," katanya.

Adapun terkait banyaknya infrastruktur yang rusak karena banjir dan longsor di sejumlah wilayah di Jawa Barat, Dedi mengatakan, tidak akan memengaruhi realokasi anggaran yang dilakukan. "Justru harus meningkatkan belanja infrastruktur. Jadi, efisiensi yang saya lakukan itu untuk peningkatan infrastruktur. Sekarang infrastrukturnya rusak-rusak, kita harus tambah belanja infrastrukturnya," katanya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |