Liputan6.com, Jakarta - Sampah masih jadi masalah di banyak daerah di Indonesia, termasuk di Yogyakarta yang disebut sudah mengalami darurat sampah sejak 2023 lalu. Hal itu jadi sorotan kreator konten bidang lingkungan Jerhemy Owen.
Dalam unggahan di akun Instagramnya, @jerhemynemo pada 2 Maret 2025, ia memperlihatkan tumpukan sampah yang menggunung di beberapa sudut di kota Yogyakarta. "Gunung sampah utama, yaitu TPA Piyungan sudah terlalu penuh dan tidak bisa lagi menampung sampah 😭," tulis Jerhemy sambil memperlihatkan video Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Piyungan yang sudah penuh dengan tumpukan sampah hingga menganggu lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Dalam sehari, Jogja bisa menghasilkan sekitar 700 ton sampah. Jerhemy menyebut Jogja yang dulu dikenal sebagai kota yang bersih kini sudah darurat sampah dan berdampak ke banyaknya gunungan sampah "kecil" atau depo di sekitar kota.
Ia menunjukkan sebuah tempat yang tak jauh dari jalan raya sidah hampir penuh dengan sampah, hasil dari masyarakat Jogja yang membuang sampah ke tempat tersebut hampir setiap hari. Jerhemy juga menyebutkan gunung sampah ada yang dijumpai di dekat Malioboro yang selalu ramai diidatangi wisatawan.
Mirisnya lagi, tumpukan sampah dii pinggir jalan itu ditutupi semacam terpal agar tidak terlihat. Tapi tetap saja baunya yang menyengat tak bisa disembunyikan. Ada juga tumpukan sampah di dekat para penjual bunga yang tentunya membuat banyak orang merasa tak nyaman berada di kawasan tersebut.
"Seharusnya, sampah di depo ini langsung dikirim dan diolah ke tempat lain, tapi karena jumlahnya terlalu banyak, akhirnya tidak semua bisa diangkut,” tulis Jerhemy. "Sayang banget, Daerah Istimewa Jogjakarta yang menjadi salah satu pusat budaya Jawa, harus mengalami masalah seperti ini.... 😔," sambungnya.
Unggahan itu mendapat banyak komentar dari warganet. Sebagian merasa prihatin dan berharap semua pihak bisa menemukan solusi untuk mengatasi masalah darurat sampah di Jogja.
Warganet Ikut Prihatin Soal Sampah di Jogja
“Sedih banget lihat keadaan lingkungannya, semoga masyarakat lebih sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan, serta pemerintah setempat segera dapat memberikan solusi yang tepat! 😢,” komentar seorang warganet.
“Kadang uah dipilah, ujung ujung nya pas sampe tps…. Malah di jadiin satu 🙂,” sahut yang lain.
“Jadi kayak gitu gimana bang solusinya selain buang sampah pada tempatnya,” tanya yang lain.
“Keren Owen, kamu fokus untuk memberitahu dan membuat orang di Indonesia sadar akan kelakuannya 🔥,” sebut warganet lain.
“Pliss kapan masalah sampah di Indo bisa teratasi😢,” ujar warganet lainnya.
“Beber banget waktu ke Jogja banyak banget sampah berserakan di mana2 dan aneh nya tuh ga ada satu pemimpin yg menyeruakan tentang peduli lingkungan,” timpal yang lain.
Pada November 2024, Jerhemy Owen menjadi salah satu pembicara di Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 di Baku, Azerbaijan. Jerhemy, yang dikenal sebagai Owen, adalah satu dari tiga kreator dunia yang diundang untuk berbagi pandangan mengenai peran media sosial dalam menyuarakan isu lingkungan.
Jerhemy Owen di Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29
Ia berdampingan dengan Caulin Donaldson dari Amerika Serikat dan Selim Tarım dari Turki. Pada 12 November 2024, Jerhemy Owen tampil sebagai pembicara dalam sesi bertajuk “A Force for Good: The Role of Social Media Content Creators in Climate Communication”.
Dalam kesempatan itu, Owen memaparkan peran penting media sosial dalam meningkatkan kesadaran publik terhadap isu-isu lingkungan, dengan menyoroti kekayaan budaya dan kearifan lokal Indonesia sebagai bagian dari solusi.
"Indonesia itu negara dengan kekayaan alam yang melimpah, begitu juga budaya dan tradisinya. Maka dari itu, praktik menjaga lingkungan di Indonesia kebanyakan berkaitan dengan budaya dan tradisi, seperti Tri Hita Karana di Bali dan sistem irigasi Subak yang telah diakui UNESCO," ujar Owen dalam forum tersebut, dilansir dari kanal Showbiz Liputan6.com.
COP29, yang merupakan konferensi tahunan ke-29 oleh United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), mempertemukan puluhan ribu peserta dari seluruh dunia untuk membahas perubahan iklim. Konferensi ini diadakan selama dua minggu, mulai 11 hingga 14 November 2024, dengan fokus pada mitigasi dampak perubahan iklim yang semakin mengancam kesehatan, keselamatan, dan keberlanjutan hidup manusia.
Pentingnya Mengemas Isu Lingkungan
Tantangan dan Solusi Isu Lingkungan di IndonesiaDalam presentasinya, Owen menyoroti tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam memahami dan bertindak terhadap isu-isu lingkungan, seperti perubahan iklim dan ketahanan pangan. Menurutnya, minimnya pengetahuan dan kebingungan tentang langkah konkret yang harus diambil menjadi hambatan utama.
"Sayang sekali karena Indonesia memiliki potensi alam yang luar biasa. Kesadaran terhadap isu lingkungan harus terus ditingkatkan agar kita tidak kehilangan keindahan dan kekayaan ini," tambah Owen.
Selain itu, Owen juga menyoroti tingginya pengguna media sosial di Indonesia sebagai peluang besar untuk mengedukasi publik secara luas. Ia menjelaskan pentingnya mengemas isu lingkungan menjadi konten yang menarik dan relevan agar dapat menjangkau lebih banyak audiens.
"Melalui konten-kontenku, aku sangat ingin menjangkau lebih banyak masyarakat yang justru belum aware sama sekali dengan lingkungan, sehingga semakin banyak orang yang sadar dan peduli akan isu ini," jelasnya.
Untuk menarik perhatian publik, Owen menggunakan pendekatan kreatif dengan menggabungkan isu lingkungan dengan budaya Indonesia serta fakta-fakta menarik lainnya. Ia juga mengimbangi kontennya dengan topik lain, seperti travelling dan gaya hidup, agar audiens tidak merasa bosan. Strategi ini berhasil menjadikan isu lingkungan lebih mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat luas.