Liputan6.com, Jakarta - Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asia Land Forum 2025 atau Forum Agraria se-Asia pada akhir bulan ini. Keterpilihan Indonesia karena berbagai alasan, antara lain karena hadirnya pemerintahan baru yang melahirkan peluang baru kerja sama antara organisasi masyarakat sipil dengan Pemerintah.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) berharap Indonesia menjadi best practice dalam mendorong percepatan reforma agraria, pembangunan desa, dan koperasi rakyat sebagai jalan mewujudkan kedaulatan pangan dan pengentasan kemiskinan. Ada 500 lebih peserta dari 14 negara di Asia Tenggara, Asia Tengah dan Asia Selatan yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil akan hadir pada forum ini.
"Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Forum Agraria se-Asia menandakan bentuk kepercayaan masyarakat di Asia terhadap konsistensi dan pencapaian gerakan masyarakat sipil di Indonesia," terang Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 14 Februari 2025.
Forum yang digelar pada 17--21 Februari 2025 dimulai dengan kunjungan komunitas ke tiga tempat. Pertama, Kasepuhan Jamrud di Lebak Banten, komunitas adat yang masih memperjuangkan hak atas tanahnya hak yang telah dirampas oleh klaim Taman Nasional dan perusahaan swasta.
Lokasi lainnya adalah Desa Gunung Anten, Lebak, yang mengalami 32 tahun konflik agraria dengan pihak swasta yang memiliki izin guna swasta kedaluwarsa. Terakhir, Desa Sukaslamet, Indramayu, lokasi episentrum konflik agraria yang berkonflik dengan Perum Perhutani di Jawa Barat
Adapun kementerian yang direncanakan akan hadir dalam forum itu, termasuk ikut kunjungan ke Lebak, adalah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Kehutanan, Kementerian Desa dan PDT, dan Kementerian Koperasi. Kehadiran mereka nantinya tentunya diharapkan bisa berbuah solusi yang positif.
Konflik Agraria di Indonesia Terus Meningkat
Dewi berharap forum ini menjadi momentum penting bagi gerakan reforma agraria menagih komitmen politik pemerintahan baru untuk percepatan redistribusi tanah dan penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, ketimpangan dan konflik agraria meningkat sangat masif akibat kebijakan yang sangat timpang dan tidak berpihak pada masyarakat luas.
Hanya satu persen kelompok menguasai hampir 68 persen tanah dan kekayaan alam di nusantara. Bahkan sejak 2015 hingga 2024, sedikitnya terjadi 3.234 letusan konflik agraria dengan luas mencapai 7.4 juta hektar dan 1.8 juta keluarga terdampak.
"Situasi ini membutuhkan solusi dan aksi bersama seluruh pemangku kepentingan untuk berdiri bersama menegaskan komitmen untuk percepatan agenda reforma agraria," sambung Dewi.
Pemerintah baru Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan Reforma Agraria sebagai jalan mewujudkan swasembada pangan melalui: program perbaikan kesejahteraan petani dan peningkatan produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan kelautan. Pemerintah juga menjadikan Reforma Agraria sebagai jalan untuk mewujudkan pemulihan alam, pemerataan ekonomi, pemberantasan kemiskinan, pembangunan pedesaan dan penguatan badan usaha koperasi.
"Pencapaian tersebut perlu partisipasi rakyat yang kuat dan bermakna sehingga momentum ALF ini menjadi kesempatan untuk melahirkan komitmen bersama antara pemerintah dan gerakan reforma agraria," kata Dewi.
Masalah Perampasan Tanah
Tema besar ALF 2025 adalah menjamin hak atas tanah untuk masa depan yang adil dan berkelanjutan. Terdiri dari empat topik besar, yakni reforma agraria, konflik agraria, perlindungan pembela hak atas tanah dan lingkungan hidup, hak perempuan atas tanah dan aksi iklim serta manusia, iklim dan alam.
Anu Verma, Koordinator International Land Coalition di Asia, mengatakan, Asia adalah rumah bagi sekitar 4,8 miliar penduduk, yang merupakan 59,5 persen dari populasi global. Dengan pendapatan ekonomi besar, kaya sumber daya alam, pasar tenaga kerja, modal, dan barang yang substansial, Asia telah menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi global.
"Tapi perburuan mineral di Asia, termasuk Indonesia, telah menyebabkan peningkatan investasi tanah, yang sering kali mengorbankan masyarakat lokal. Investasi ini, yang didorong oleh pasar global yang kompetitif, menghidupkan kembali warisan ekstraksi kolonial yang semakin merugikan masyarakat," kata Verma.
Tak heran, lanjut Verma, masalah perampasan tanah terus mengancam masyarakat yang rentan. "Perempuan di Asia hanya memiliki 10.7 persen tanah, jauh di bawah rata-rata global, dan satu dari sepuluh perempuan hidup dalam kemiskinan ekstrem, yang memperburuk tantangan para pembela perempuan," katanya.
Forum Saling Belajar
Verma menegaskan, ILC teguh mendukung organisasi akar rumput yang berkomitmen untuk mendorong tata kelola lahan yang berpusat pada masyarakat dan memberdayakan kelompok rentan, seperti petani kecil, perempuan, masyarakat adat, dan pemuda untuk melindungi tanah mereka dan mengamankan hak-hak mereka.
Sementara Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Walhi memaknai ALF 2025 sebagai momentum konsolidasi dan perjuangan ekonomi politik negara-negara di Asia, dalam percaturan geopolitik global. Pasalnya, industrialisasi yang terjadi di Asia telah memutus rakyat dari sumber penghidupannya dan menjadikan rakyat sebagai tenaga kerja murah. Industrialisasi pun akan menambah konsekuensi kerusakan lingkungan.
"Saat ini, pemerintah punya prioritas arah kebijakan dan konsentrasi di beberapa isu seperti nutrisi, pangan, dan perumahan rakyat. Sepintas, mengarah kepada kepentingan rakyat. Tapi kami melihat hal ini akan menjadi ancaman jika tidak dijalankan dengan benar. ALF 2025 menjadi momentum mengingatkan pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada rakyat dengan menentukan kehidupannya dengan reforma agraria," kata Zenzi.
Bagi Erasmus Cahyadi, Deputi 2 Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), ALF 2025 menjadi penting karena Asia adalah wilayah dengan keragaman masyarakat adat yang sangat banyak, dengan jenis konflik banyak juga. Situasi ini tidak lepas dari sistem politik pemerintahan nasional sendiri.