Liputan6.com, Jakarta - Masjid Air Mata, yang juga dikenal sebagai Masjid Agung Al-Baitul Qadim, adalah salah satu masjid tertua di Indonesia. Terletak di Kelurahan Air Mata, Kota Kupang, masjid ini memiliki sejarah panjang yang penuh perjuangan.
Mengutip dari laman Dunia Masjid, Selasa, 11 Maret 2025, Masjid Air Mata ini, sejak dibangun tetap berukuran 10 x 10 m persegi atau 100 meter. Tak diketahui dengan jelas, mengapa nama itu terpatri pada bangunan dan kemungkinan karena lokasinya berada di Desa Air Mata, Kelurahan Air Mata, Kecamatan Kota Lama, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Masih banyak hal mengenai Masjid Air Mata selain lokasi maupun nama lainnya. Berikut enam fakta menarik Masjid Air Mata yang dirangkum Tim Lifestyle Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Sejarah Panjang Perpindahan Lokasi
Fakta pertama adalah sejarah panjang dan perpindahan lokasi. Masjid ini awalnya bernama Baitul Qodim dan didirikan pada tahun 1806. Namun, karena berbagai alasan, termasuk penggusuran oleh pemerintah kolonial Belanda, masjid ini berpindah lokasi beberapa kali sebelum akhirnya berdiri di tempatnya yang sekarang. Perpindahan ini mencerminkan perjuangan umat Muslim Kupang dalam mempertahankan tempat ibadah mereka.
2. Proses Pembangunan 6 Tahun
Pada 1812, masjid ini selesai dibangun oleh Sya'ban bin Sangah bersama tiga orang lainnya: Moyang Syamsuddin, Moyang Arkiang, dan Moyang Barkat. Proses pembangunan masjid ini berlangsung selama enam tahun dengan bahan bangunan yang sederhana, seperti pasir yang diambil dari tepi pantai dan semen dari kapur yang dibakar sendiri.
3. Arsitektur Khas dan Simbol Perlawanan
Masjid Air Mata memiliki arsitektur yang unik, memadukan unsur budaya Flores Timur dan Arab. Hal ini tidak hanya mencerminkan perpaduan budaya, tetapi juga menjadi simbol perlawanan umat Islam terhadap penjajahan Belanda dan Jepang.
Meskipun telah mengalami pemugaran pada tahun 1984. Beberapa bagian dinding asli masih dipertahankan, memberikan kesan sejarah yang kuat.
Bahan-bahan bangunannya seperti pasir diambil dari tepi panti , kemudian dicuci dengan air tawar, sedangkan semennya dari kapur yang dibuat sendiri (dibakar sendiri). Bahkan, perekatnya, pereka “semen” kapur itu digunakan gula pasir atau kalau kurang digarit dengan air nira (air pohon enau yang disadap di tangkai bunganya).
Kayu tidak sepotong pun berasal dari Kupang sendiri, tetapi secara bergotong-royong dicari masyarakat Islam ke pulau-pulau sekitarnya atau dihanyutkan dari hulu sungai. Keikhlasan umat mendirikan masjid pada saat itu sangat kentara, yang mungkin tak ditemukan lagi di masa sekarang.
4. Tradisi Pewarisan dan Makna Nama
Masjid Air Mata juga memiliki tradisi pewarisan yang kuat. Terdapat tradisi mewakafkan diri untuk masjid ini yang berlangsung turun-temurun hingga keturunan Sya'ban bin Sangah.
Hal ini menunjukkan komitmen dan pengabdian yang tinggi dari keluarga dan masyarakat terhadap masjid ini. Nama 'Air Mata' sendiri memiliki dua makna.
Pertama, lokasi masjid yang kaya akan mata air, dan kedua, mungkin melambangkan perjuangan dan pengorbanan yang telah dilalui dalam mempertahankan masjid ini. Lantaran tempatnya berpindah-pindah, disebutkan bahwa jika dipikir secara filosofis, tentulah masjid ini mengeluarkan “air mata”. Apalagi terpaksa digusur demi kepentingan penjajah Belanda di masa Kolonial.
Disebutkan bahwa pada petapakan masjid yang sekarang, ada tiga keluarga yang bertempat tinggal, yakni putra dari pemberi tanah wakaf untuk lahan masjid itu, putranya Moyang Syahan. Ketiga putranya yang masih ada di tanah yang sudah diwakafkan itu, bukan tidak mempunyai tugas dimasjid itu.
Ketiga anaknya itu bernama Putra Birando bin Sya’ban yang bertugas sebagai imam masjid. Kemudian Putra AbduUahbin Sya’ban sebagai khatib dan Putra Bofrk bin Sya’ban sebagai muazin/bilal. Moyang Sya’ban, bukan hanya mewakafkan tanah, bahkan anaknya juga “diwakafkan” untuk mengabdi kepada Masjid Air Mata.
5. Perayaan Tradisi Maulid Nabi
Masjid Air Mata juga dikenal dengan tradisi perayaan Maulid Nabi yang khas. Setiap tahunnya, umat Muslim berkumpul untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan berbagai kegiatan keagamaan.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun telah mengalami banyak perubahan, masjid ini tetap menjadi simbol persatuan dan kekuatan bagi umat Muslim di daerah tersebut.
6. Pembangunan Dibantu Masyarakat Kristiani
Menariknya lagi, pembangunan masjid Air Mata di Kupang juga dibantu oleh masyarakat Kristiani setempat. Hal ini menunjukkan betapa tingginya toleransi antaragama di daerah tersebut.
Selain itu penting masjid ini sangat berarti bagi penyebaran Islam di Pulau Timor. Masjid ini merupakan masjid pertama di pemukiman Muslim Kupang dan Sya'ban bin Sangah, imam pertama di Pulau Timor, berasal dari Pulau Solor.
Ia merupakan keturunan Al Farish, seorang pendakwah yang menyebarkan Islam dari Timor Tengah hingga ke Pulau Solor dan Sumatera. Dengan demikian, masjid ini menjadi pusat kegiatan agama Islam di wilayah tersebut.