Waspadai Fenomena PTSD Ghosting yang Muncul karena Kebiasaan Kencan Toxic

7 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Dunia kencan modern sering kali diwarnai berbagai dinamika yang kompleks, salah satunya adalah fenomena ghosting. Tindakan mengakhiri komunikasi secara tiba-tiba tanpa penjelasan ini berdampak psikologis yang lebih serius, yang dikenal sebagai PTSD ghosting.

Melansir VICE, Rabu, 8 Oktober 2025, sebuah studi dari Joi AI yang dipublikasikan pada September 2025 menunjukkan peningkatan tajam dalam pencarian terkait kencan toxic. Pencarian untuk "Saya di-ghosting" melonjak hampir 200 persen, sementara "Mengapa orang-orang di-ghosting" melonjak hingga 150 persen.

Para ahli mengatakan, lonjakan ini mencerminkan bagaimana penolakan tanpa penyelesaian membuat orang terjebak dalam percakapan yang tidak pernah membuahkan hasil. Fenomena ini bukan sekadar kekecewaan biasa, melainkan sebuah kondisi yang menyerupai Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), meski belum jadi diagnosis klinis resmi.

Korban ghosting berulang kali dapat mengalami kecemasan signifikan, penurunan harga diri, dan kesulitan membangun kepercayaan pada hubungan baru. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan kencan yang beracun menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang serius terhadap kesehatan mental.

Kekerasan Emosional

Para ahli mengklasifikasikan ghosting sebagai bentuk kekerasan emosional, menyoroti betapa krusialnya komunikasi yang jujur dan empati dalam setiap interaksi romantis. Memahami fenomena ini jadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan kencan yang lebih sehat dan suportif.

Terapis hubungan Jaime Bronstein mengatakan, ghosting benar-benar mengubah cara orang merasakan keintiman. "Orang yang di-ghosting terbukti merasa cemas dan sangat waspada dalam kontak sosial; harga diri mereka anjlok," jelasnya.

Bahkan, telat membalas teks dalam waktu sebentar terasa seperti serangan pribadi. Keraguan yang terus-menerus membuat otak terbiasa mengantisipasi penolakan.

Dampaknya terlihat dalam perilaku dan emosi. Beberapa pengguna aplikasi kencan berhenti total, yakin aplikasi tersebut tidak akan membantu. Yang lain terus menggeser layar sambil memikul beban penolakan sebelumnya ke setiap pasangan baru.

Lelah dalam Berkencan

Teman dan terapis mengatakan, percakapan tentang kelelahan berkencan jadi hal yang rutin, dengan klien menggambarkan aplikasi tersebut sebagai "melelahkan" dan "tidak manusiawi."

Bronstein menyarankan orang dengan kondisi tersebut untuk mengambil jeda cukup lama agar kondisinya membaik sebelum kembali ke dunia kencan. Ia menyarankan untuk berlatih percakapan di tempat yang aman bersama teman atau terapis, yang dapat membantu melatih otak agar mengharapkan percakapan yang stabil dan sehat, alih-alih menghilang secara tiba-tiba.

Dampak tindakan ghosting dikhawatirkan akan terus menarik orang baru ke dalam siklus yang sama. Ghosting mungkin berawal sebagai upaya mengelak di era digital, tapi kini membawa konsekuensi yang terasa lebih dekat dengan masalah kesehatan mental daripada sekadar kebiasaan berkencan.

Kebiasaan Kencan Toxic

Kebiasaan kencan toxic jadi pemicu utama munculnya fenomena "PTSD ghosting" karena kurangnya komunikasi dan akuntabilitas. Pelaku ghosting sering memilih cara ini untuk menghindari komitmen, hubungan serius, atau karena merasa tidak tertarik lagi, tanpa memikirkan dampaknya pada orang lain.

Peran aplikasi kencan juga tidak bisa diabaikan dalam memperparah fenomena ini. Istilah ghosting semakin berkembang seiring meningkatnya penggunaan aplikasi kencan. Aplikasi ini dapat menciptakan budaya yang mengagungkan kepuasan instan dan mengutuk akuntabilitas.

Kemudahan untuk beralih ke pilihan lain tanpa konfrontasi langsung membuat ghosting jadi pilihan "mudah" bagi sebagian orang. Pengalaman toxic relationship juga dapat menyebabkan konflik internal, kemarahan, depresi, atau kecemasan.

Hubungan toksik membuat orang kehilangan harga diri, serta memicu stres dan gangguan kecemasan. Ini menciptakan lingkungan di mana ghosting bisa jadi puncak dari serangkaian pengalaman negatif.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |