Liputan6.com, Jakarta Sejumlah orang diduga masih ada di bawah reruntuhan bangunan musala Ponpes Al Khoziny Buduran, Sidoarjo yang ambruk pada Senin (29/9/2025) kemarin. Jika dihitung dari waktu kejadian, maka ini adalah jam-jam krusial atau golden time penyelamatan korban.
Kepala Subdirektorat Pengerahan Potensi dan Pengendali Operasi Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia Basarnas, Emir Freezer, mengatakan golden time dari insiden semacam ini lebih kurang 72 jam.
"Jika korban yang masih merespons tidak dapat diselamatkan dalam waktu itu, maka operasi akan bergeser dari fase penyelamatan (rescue phase) menjadi fase pemulihan (recovery phase)," ujarnya, Rabu (1/10).
Emir menegaskan, dalam sebuah proses SAR, satu nyawa sangat berharga. Namun demikian, kehati-hatian tetap harus diutamakan.
"Meskipun operasi menjadi lebih lambat," ujarnya. Emir.
Polda Jatim mengerahkan tim Disaster Victim Identification (DVI) untuk membantu evakuasi dan identifikasi korban runtuhnya bangunan mushala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, pada Senin (29/9).
Tantangan Proses Evakuasi
Jika dihitung sampai hari ini, maka insiden itu sudah memasuki hari ketiga. Diyakini, masih ada yang terjebak di bawah reruntuhan. Namun diakuinya, proses evakuasi dihadapkan pada tantangan besar. Sebab, pola runtuhan bangunan 'pancake model'.
"Bangunan empat lantai ini mengalami kegagalan konstruksi, lalu runtuh menumpuk seperti pancake. Kondisi ini membuat pusat gravitasi bangunan miring ke kiri dan menutup akses ke sejumlah ruang. Kami hanya bisa mengandalkan suara dan kamera fleksibel untuk berinteraksi dengan korban," ucapnya.
Dia menjelaskan, bentuk utama kolom bangunan yang melengkung menyerupai huruf U justru menandakan elastisitas struktur yang tidak sesuai standar. Akibatnya, muncul celah-celah sempit (void) yang sangat sulit ditembus tim penyelamat.
Selama dua hari pencarian, tim gabungan yang berjumlah 375 personel berhasil mengevakuasi 11 korban dari tiga sektor pencarian, yakni A1, A2, dan A3.
"Saat ini, fokus pencarian ditujukan ke 15 titik lokasi korban yang telah terdeteksi, dengan status delapan hitam (meninggal dunia) dan tujuh merah (masih hidup)," ujarnya.
Gempa Persulit Proses Evakuasi
Salah satu korban yang masih merespons berada di sektor A1, namun terhimpit bordes bangunan. "Kami sedang membuat terowongan dari bawah untuk menyelamatkannya," ucap Emir.
Sayangnya, saat upaya membuka jalan evakuasi dilakukan, terjadi gempa di Sumenep yang terasa hingga Sidoarjo. Akibatnya, posisi bordes turun 10 cm.
"Sehingga ruang untuk kepala korban semakin sempit. Ini memperbesar risiko dan membuat evakuasi semakin rumit," lanjut Emir.
Tak Bisa Asal Gunakan Alat Berat
Dia menambahkan, Tim SAR tidak bisa serta-merta menggunakan alat berat untuk menolong korban meski armadanya tersedia. Dikarenakan, sedikit getaran bisa merembet ke seluruh konstruksi yang sudah rapuh.
"Struktur penyangga sudah gagal total. Kalau salah intervensi, dampaknya seperti jaring laba-laba satu titik digoyang, maka sektor lain ikut bergerak," ujar Emir.