Liputan6.com, Jakarta Bagi sebagian orang, rumah adalah simbol kedewasaan, tanda bahwa seseorang telah mencapai fase hidup yang stabil. Namun, bagi generasi muda masa kini, terutama Gen Z yang lahir antara 1997 hingga 2012, kepemilikan rumah tak lagi menjadi ukuran kesuksesan.
Di tengah gaya hidup serba cepat dan fleksibel, banyak anak muda memilih menunda atau bahkan tidak menempatkan rumah sebagai prioritas utama. Lantas, muncul pertanyaan besar, apakah Gen Z memang tidak mampu, atau justru tidak mau memiliki rumah?
Harga Melonjak, Gaji Tak Mengejar
Kenyataannya, data di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan rumah di kalangan muda terus menurun. Bagi generasi ini, membeli rumah dianggap sebagai keputusan besar yang memerlukan kesiapan finansial matang.
Survei Populix (Juni 2025) mengungkap bahwa 66% anak muda Indonesia belum membeli rumah karena belum siap secara finansial. Kenaikan harga properti yang tak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan menjadi alasan utama. Sebagian lainnya, sekitar 11% mengaku belum memiliki pekerjaan stabil, sementara 10% belum menemukan lokasi yang sesuai.
Data Kementerian PUPR (2019) turut memperkuat fenomena ini. Sekitar 81 juta milenial di Indonesia belum memiliki rumah sendiri. Dari kelompok usia 26-30 tahun, hanya 38% yang telah memiliki rumah, dan angka ini sedikit naik pada usia 31-35 tahun (40%). Meski begitu, masih banyak yang belum mampu membeli karena keterbatasan finansial dan keterbatasan akses subsidi KPR.
Investasi Digital Jadi Pilihan Baru
Di tengah isu soal kepemilikan properti di kalangan Gen Z, mereka justru menunjukkan kesadaran finansial yang berbeda. Gen Z semakin aktif berinvestasi, terutama di aset digital seperti kripto dan saham.
Data dari Bappebti (2025) menunjukkan bahwa lebih dari 60% investor kripto di Indonesia berasal dari usia 18-30 tahun, mayoritas adalah Gen Z. Jumlah investor kripto nasional per Maret 2025 bahkan telah mencapai 13,7 juta dan terus bertambah setiap bulan.
Artinya, meski kepemilikan rumah menurun, bukan berarti generasi muda tidak peduli pada keuangan. Mereka hanya memindahkan prioritas investasinya. Bagi Gen Z, investasi digital dianggap lebih likuid, fleksibel, dan relevan dengan gaya hidup masa kini, berbeda dengan properti yang cenderung dianggap ‘mengikat’ dan membutuhkan modal besar di awal.
Gaya Hidup Fleksibel, Prioritas Berbeda
Gen Z tumbuh di era digital, di mana fleksibilitas dan kebebasan menjadi nilai penting dalam kehidupan. Banyak dari mereka memilih untuk menyewa tempat tinggal atau berpindah kota sesuai kebutuhan pekerjaan dan gaya hidup.
Survei YouGov Indonesia (2025) menemukan bahwa Gen Z lebih banyak mengalokasikan pengeluaran untuk sektor gaya hidup. Sekitar 21% menghabiskan uang untuk perawatan kecantikan, 20% untuk pakaian dan fesyen, serta 14% untuk makan di luar.
Bahkan di tengah tekanan ekonomi, banyak yang tetap mempertahankan gaya hidup ini sebagai bentuk self reward. Pengeluaran untuk kebutuhan primer seperti kesehatan atau bahan makanan kadang dikorbankan, menunjukkan bahwa preferensi konsumsi Gen Z lebih ke arah pengalaman dan kenyamanan pribadi dibanding kepemilikan aset jangka panjang seperti rumah.
Pergeseran Makna Rumah: Dari Kepemilikan ke Kenyamanan
Meski begitu, bukan berarti Gen Z tidak peduli pada tempat tinggal. Hanya saja, makna ‘rumah’ kini bergeser. Rumah tak lagi semata-mata tentang kepemilikan, tapi lebih ke ruang untuk hidup produktif, nyaman, dan sesuai gaya hidup.
Mereka ingin hunian yang efisien, ramah lingkungan, dekat dengan pusat aktivitas, dan mendukung gaya hidup hybrid, antara bekerja dan beristirahat di satu tempat.
Survei Deloitte Global Millennial Survey (2024) menunjukkan bahwa 80% Gen Z bersedia membayar lebih untuk rumah dengan sertifikasi hijau. Ini mencerminkan kesadaran tinggi terhadap isu keberlanjutan dan lingkungan.
Alih-alih terburu-buru membeli rumah seadanya, mereka lebih memilih menunggu hingga benar-benar mampu membeli rumah yang sesuai dengan nilai hidup dan prinsip mereka. Dengan kata lain, bukan menyesuaikan diri dengan rumah yang terjangkau, tapi mencari rumah yang mencerminkan jati diri dan gaya hidup.
Bagi Gen Z, rumah bukan sekadar tempat tinggal, tapi bagian dari identitas dan gaya hidup. Generasi ini memilih dengan lebih selektif, bahkan rela menunda pembelian hingga kondisi finansial dan pilihan rumahnya benar-benar ideal.
Mereka mungkin belum punya rumah sekarang, tapi bukan berarti mereka tak punya arah. Hanya saja, prioritasnya berbeda menjadi fleksibilitas, keseimbangan hidup, dan keberlanjutan.
Ingin tahu lebih banyak soal tren kepemilikan rumah di kalangan muda dan insight menarik lainnya? Gabung dan simak obrolan mendalam dalam Podcast Ruang Ratih persembahan Semen Merah Putih yang episodenya tayang pada 17 Oktober 2025 dengan klik di sini. Temukan inspirasi bagaimana generasi muda mendefinisikan ulang makna ‘rumah’ masa kini!