Liputan6.com, Jakarta - Basarnas mengatakan kondisi terkini dari korban yang masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan ambruk musala Ponpes Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo Jawa Timur. Sebanyak 8 orang terlihat tertindih tiang beton, 7 korban lain masih memberikan respons.
"Dari jumlah tersebut, delapan orang di antaranya tertindih tiang kolom beton, tujuh masih memberikan respons suara, sementara delapan lainnya tidak lagi merespons," ujar Kepala Subdirektorat Pengerahan Potensi dan Pengendali Operasi Bencana Basarnas, Emir Freezer, Rabu (1/10).
Emir menyebutkan salah satu korban di titik A1 kini terhimpit antara lantai dan bordes, membuat tim harus menembus beton dengan strategi tunneling.
"Korban masih merasakan sakit di panggul, artinya aliran darah masih ada. Tapi ruang tersisa tinggal 10 cm, itu artinya waktu kita tidak banyak,”ucapnya.
Polda Jatim mengerahkan tim Disaster Victim Identification (DVI) untuk membantu evakuasi dan identifikasi korban runtuhnya bangunan mushala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, pada Senin (29/9).
Tim SAR Berpacu dengan Waktu
Upaya penyelamatan dilakukan melalui gorong-gorong sempit berdiameter 70 cm yang digali sepanjang tujuh meter menuju titik A1. Namun kondisi bangunan yang terus menurun akibat gempa susulan membuat situasi makin berisiko.
“Setiap penurunan beban berarti ruang hidup korban semakin kecil. Kami harus berpacu dengan waktu,” ujar Emir.
Struktur Reruntuhan Berubah Akibat Gempa Sumenep
Struktur reruntuhan bangunan ambruk musala Ponpes Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, berubah imbas dari gempa bumi yang mengguncang Sumenep pada Selasa, 30 September kemarin malam.
"Getaran gempa menyebabkan pergeseran struktur reruntuhan dan mempersempit ruang gerak korban yang masih bertahan hidup di bawah bangunan," ujar Kepala Subdirektorat Pengerahan Potensi dan Pengendali Operasi Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia Basarnas, Emir Freezer, Rabu (1/10).
Emir mengungkapkan bahwa ruang napas korban di titik A1 menyusut drastis dari 15 cm menjadi hanya 10 cm akibat beban bangunan yang turun.
"Logikanya, beban semakin turun sementara posisi tubuh korban tidak berubah. Artinya kompresi se
Gempa Memperburuk Evakuasi
Sebelum gempa, lanjut Emir, korban di A1 masih bisa menggerakkan kepala dan tangan. Namun setelah gempa, hanya bisa merespons suara tanpa gerakan.
“Kami sempat berusaha menarik tubuh korban, tetapi terhambat pada panggul yang tertekuk. Meski demikian, ia masih bisa merasakan sakit, tanda masih ada aliran darah,” ujarnya.
Situasi ini memperburuk upaya penyelamatan. Dari 7 korban yang sebelumnya masih merespons, kini tersisa hanya 6 orang. “Gempa ini membuat kondisi semakin kritis, karena tiap detik ruang hidup korban semakin menipis,” ucapnya.