6 Jenis Pohon Konservasi, Bantu Cegah Banjir Bandang Seperti di Sumatera

1 day ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Bencana banjir bandang Sumatera tidak hanya merobohkan rumah tapi juga memakan korban jiwa. Berdasarkan data sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per Senin sore, 1 Desember 2025,total korban meninggal dunia mencapai 604 jiwa dan 464 jiwa masih dinyatakan hilang. Banjir juga mengingatkan kembali soal pentingnya keberadaan pohon sebagai penampung air hujan.

Dalam konteks ini, sejumlah pohon keras berperan vital sebagai benteng alami, bukan sekadar ada batang dan daunnya seperti sawit. Dengan perakaran yang dalam dan batang yang kokoh, berikut enam jenis pohon keras yang layak menjadi prioritas dalam upaya reboisasi dan konservasi lahan di Sumatera dan daerah-daerah yang rusak lainnya:

1. Beringin (Ficus benjamina): Penjaga Kelestarian Mata Air

Pohon beringin yang tingginya bisa mencapai 20 hingga 25 meter dan diameter batang sekitar 150 cm, adalah raksasa tropis yang efektif untuk konservasi lahan. Pohon tersebut memiliki sistem perakaran tunggang yang luar biasa. Dilansir dari Lamongankab.go.id, Selasa, 2 Desember 2025, perakaran beringin terbukti mampu menembus lapisan air tanah dangkal, yang secara efektif dapat membuka dan mempertahankan kelestarian mata air alami di sekitarnya. .

Kepadatan akarnya membuat pohon ini sangat berguna dalam mengurangi erosi dan mencegah pergerakan tanah yang memicu tanah longsor. Keunikan Beringin terletak pada akar gantungnya yang tumbuh dari batang.

Akar ini pada awalnya berfungsi sebagai alat respirasi, namun seiring waktu, ia akan masuk ke dalam tanah dan beralih fungsi untuk menyerap nutrisi dan air, menambah daya ikat tanah secara struktural. Selain manfaat ekologis, pohon beringin juga unggul dalam mitigasi polusi urban, sebab ia mampu menyerap racun (polutan) dan CO2 di udara serta menghasilkan oksigen.

2. Trembesi (Samanea saman): Kanopi Penarik Air dan Pelindung

Trembesi dikenal dengan karakteristik kanopinya yang berbentuk payung dengan penyebaran horizontal yang sangat luas dan lebat. Bentuk tajuknya yang melingkar dan masif menjadikannya tanaman ornamen pelindung yang luar biasa.

Meskipun data spesifik tentang akarnya tidak sedalam beringin, trembesi berperan krusial dalam konservasi udara. Pohon ini memiliki kemampuan yang terbukti untuk menyerap polutan dan CO2 di udara, lalu menghasilkan oksigen sehingga menciptakan udara yang lebih segar di sekitarnya.

Trembesi, juga dikenal dengan nama lokal Ki Hujan di Asia Tenggara, menunjukkan kemampuan ekologis yang penting sebagai tanaman peneduh. Keunikan visualnya terletak pada daun majemuknya yang bisa mengerut sekitar 1,5 jam sebelum matahari terbenam dan kembali mekar saat matahari terbit. Daunnya juga menguncup saat hujan, suatu perilaku yang mencerminkan respons unik terhadap kondisi iklim.

3. Pohon Sukun (Endemik Nusantara): Pengikat Tanah Anti-Longsor

Pohon Sukun, salah satu tanaman endemik Nusantara, telah diakui para ahli dan institusi seperti BNPB dan Institut Pertanian Bogor (IPB) atas fungsi ekologisnya yang superior dalam mencegah bencana. Menurut keterangan dari ahli, keunggulan utama Sukun terletak pada sistem perakarannya yang sangat luas.

"Akar pohon sukun lebarnya bisa mencapai belasan meter bahkan sampai 20 meter. Akar tersebut yang akhirnya dapat mencegah pergerakan tanah dan longsor," kata Doni Monardo yang saat itu menjabat sebagai Kepala BNPB.

Melansir bnbp.go.id, selain mencegah longsor, akar Sukun juga memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap air. Pada pohon yang mencapai usia 30 hingga 40 tahun, di sekelilingnya sering muncul sumber air, menjadikannya langkah mitigasi yang efektif terhadap kekeringan sekaligus pencegah banjir. Keunggulan perakarannya dalam mengikat air ini menjadikannya solusi alami untuk masalah ekologis di daerah rawan bencana.

4. Bambu (Jenis Rumput Keras): Konservasi dan Stabilisasi DAS

Meskipun secara taksonomi termasuk jenis rumput-rumputan, struktur batang bambu yang kuat dan lentur memberinya peran yang setara dengan pohon keras dalam konservasi. Salah satu keunggulan utama bambu sebagai tanaman konservasi lingkungan adalah kemampuannya dalam menjaga ekosistem air.

Sistem perakarannya yang sangat rapat dan menyebar ke segala arah menjadikan lahan yang ditumbuhi rumpun bambu menjadi sangat stabil dan tidak mudah terkena erosi. Stabilitas ini mempermudah air untuk menyerap ke dalam tanah, sehingga sangat efektif untuk menambah cadangan air tanah.

Mengutip laman Gunungkidulkab.go.id, karakteristik ini membuat bambu sangat cocok dijadikan tanaman penghijauan, terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS). Selain itu, bambu bersifat tahan kekeringan dan mampu tumbuh di lahan curam pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut yang menjadikannya ideal untuk menahan tanah dari kelongsoran. Karena perawatannya relatif mudah dan murah, bambu menjadi tanaman perintis yang penting dalam mendukung berbagai upaya konservasi lingkungan.

5. Mahoni (Swietenia mahagoni): Filter Udara dan Penjaga Cadangan Air

Melansir Perhutani.co.id, mahoni dikenal sebagai pohon pelindung dan filter udara alami yang efektif, dengan kemampuan mengurangi polusi udara antara 47--69 persen. Daun-daunnya berfungsi menyerap polutan-polutan di sekitarnya dan melepaskan oksigen O2, menciptakan udara yang lebih segar.

Peran Mahoni dalam mitigasi bencana banjir dan longsor juga sangat penting. Pohon ini memiliki daya tahan hidup yang tinggi, bahkan mampu bertahan di tanah gersang meskipun tidak disirami selama berbulan-bulan.

Ketika hujan turun, sistem perakaran dan tanah di bawahnya akan mengikat air yang jatuh, menjadikannya cadangan air yang signifikan. Mahoni dapat tumbuh subur pada ketinggian maksimum 1.500 meter di atas permukaan laut, menjadikannya kandidat kuat untuk reboisasi di wilayah yang menghadapi risiko kekeringan dan kurangnya daerah tangkapan air.

6. Kiara Payung (Payung-payung): Pencegah Erosi dan Pemecah Angin

Kiara Payung, tanaman yang berasal dari wilayah Asia dan Afrika tropis, telah menyebar luas di Indonesia dan sering digunakan sebagai pohon peneduh di berbagai lokasi. Secara fungsional, Kiara Payung memiliki peran ekologis penting sebagai pencegah erosi dan pengarah angin (pemecah angin), dilansir dari Tanisejahtera.co.id.

Fungsi utama Kiara Payung dalam konservasi adalah sebagai pohon penyerap polusi, menunjukkan daya reduksi yang tinggi terhadap timbal, polutan utama dari kendaraan bermotor. Selain itu, pohon ini memiliki daya transpirasi yang rendah dan cocok ditanam di dekat sumber air. Bentuknya yang menarik dengan daun rimbun juga memberikan nilai estetika, namun yang terpenting adalah kontribusinya sebagai peredam suara dan, melalui struktur akarnya, berperan dalam menjaga stabilitas tanah.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |