Liburan ke Jepang Siap-siap Rogoh Kocek Lebih Dalam, Pajak Keberangkatan Naik Jadi Rp 530 Ribuan

Liputan6.com, Jakarta - Di bawah pemerintahan Perdana Menteri Sanae Takaichi, Jepang makin menggenjot pajak dan aturan imigrasi untuk mengelola sektor pariwisatanya. Setelah visa, kini pemerintah mengarah pada rencana menaikkan pajak keberangkatan bagi para pelancong yang terbang keluar dari negara tersebut.

Melansir Japan Today, Jumat, 5 Desember 2024, para pembuat kebijakan sedang mempertimbangkan untuk melipatgandakan pajak yang secara resmi disebut 'pajak turis internasional' ini. Saat ini, setiap orang yang meninggalkan Jepang dikenakan biaya 1.000 yen (sekitar Rp 110 ribu), yang biasanya sudah digabungkan dalam tiket pesawat sehingga sering tidak disadari.

Dalam rencana terbaru, pajak keberangkatan naik menjadi 3.000 yen (sekitar Rp 330 ribu). Komisi Riset Partai Demokrat Liberal (LDP) bahkan mengusulkan tarif yang lebih tinggi, yakni 5.000 yen (sekitar Rp 530 ribu), khusus bagi pelancong yang menggunakan kursi kelas bisnis atau lebih tinggi.

Langkah signifikan ini disetujui partai yang berkuasa dan merupakan bagian dari strategi negara untuk mengontrol pariwisata. Pajak baru ini nantinya akan tetap dimasukkan langsung ke dalam harga tiket maskapai, memastikan setiap penumpang membayar biaya tersebut saat pemesanan.

Dengan momentum politik yang kuat dengan faksi LDP menguasai mayoritas kursi parlemen, usulan kenaikan drastis ini berpeluang besar untuk segera disahkan menjadi aturan baru. Alasan utama di balik kebijakan agresif ini adalah masalah overtourism yang melanda Jepang. Melansir Travel and Tour World, pemerintah Jepang mengidentifikasi bahwa lonjakan jumlah pengunjung telah memberikan tekanan berat pada destinasi populer, infrastruktur, dan sumber daya lingkungan. 

Pihak yang mendorong rencana ini mengklaim bahwa dana tambahan dari pajak tersebut sangat diperlukan untuk menyeimbangkan pertumbuhan pariwisata dengan pelestarian budaya. Pendapatan dari pajak ini direncanakan akan digunakan untuk mendanai inisiatif pariwisata berkelanjutan, memperbaiki infrastruktur, dan mengurangi dampak negatif dari kepadatan pengunjung di lokasi-lokasi wisata utama.

Uang ekstra tersebut dapat dialokasikan untuk kampanye kesadaran publik guna menginformasikan wisatawan asing tentang etika di ruang publik Jepang. Selain itu, dana juga akan digunakan untuk membangun lebih banyak lahan parkir di area yang menarik banyak pengunjung, serta menciptakan sistem reservasi untuk atraksi wisata yang populer.

Para pembuat kebijakan berargumen bahwa langkah ini adalah cara untuk menyalurkan lebih banyak uang ke kas negara guna memerangi efek buruk pariwisata massal. Dengan menaikkan pajak keberangkatan, pemerintah berharap dapat mengelola arus pengunjung dengan lebih baik dan mendorong praktik pariwisata yang lebih bertanggung jawab demi kenyamanan jangka panjang bagi penduduk maupun wisatawan.

Pajak keberangkatan wajib dibayar oleh siapa pun yang bepergian secara internasional dan berangkat dari Jepang. Artinya, tarif yang meningkat ini juga akan berlaku bagi penduduk Jepang saat mereka memulai perjalanan ke luar negeri.

Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas kebijakan dalam mengatasi keluhan warga lokal. Apakah mengubah lingkungan tempat tinggal menjadi fasilitas pariwisata adalah solusi yang diinginkan penduduk. Selain itu, kritikus menilai bahwa tambahan biaya sekitar 4.000 yen (sekitar Rp 429 ribu), selisih tarif kelas bisnis, kemungkinan besar tidak akan menghalangi siapa pun yang mampu terbang di kelas bisnis untuk tetap bepergian ke Jepang, sehingga jumlah turis mungkin tidak akan berkurang.

Langkah ini memicu reaksi beragam. Pendukung menganggapnya perlu untuk melindungi warisan budaya, sementara kritikus cemas akan beban finansial tambahan bagi pelancong, terutama dari negara dengan biaya perjalanan tinggi. Meski demikian, keputusan ini sejalan dengan tren global di mana negara-negara lain juga mulai memperkenalkan atau menaikkan pajak keberangkatan untuk mengekang dampak negatif pariwisata massal.

Mengenai kapan aturan ini akan berlaku, pemerintah Jepang telah memiliki ancang-ancang waktu yang cukup spesifik. Melansir Travel and Tour World, proposal kenaikan pajak ini diharapkan dapat diimplementasikan pada April 2026. Menaikkan pajak keberangkatan memerlukan revisi terhadap kode pajak Jepang. 

Jika rencana ini berjalan mulus, revisi tersebut dapat dilakukan pada awal tahun fiskal 2026 di musim semi mendatang. Ini berarti tarif pajak keberangkatan yang lebih tinggi mungkin sudah berlaku sebelum musim perjalanan musim panas dimulai.

Aturan baru ini bisa saja sudah diterapkan saat bunga sakura masih mekar di beberapa bagian negara tersebut. Bagi para pelancong yang berencana mengunjungi Jepang tahun depan, sangat penting untuk terus memantau informasi terkini mengenai biaya perjalanan. 

Wisatawan perlu bersiap menghadapi perubahan biaya ini karena kebijakan tersebut merupakan langkah proaktif Jepang dalam membentuk kembali lanskap pariwisatanya. Dengan target implementasi yang semakin dekat, maskapai penerbangan dan agen perjalanan kemungkinan besar akan segera memperbarui struktur harga tiket mereka untuk mengakomodasi pajak baru yang ditujukan demi keberlanjutan sektor pariwisata Jepang ini.