Liputan6.com, Jakarta - Sebotol parfum branded bisa menghabiskan uang jutaan rupiah. Maka itu, di tengah ekonomi yang kian menantang, versi yang lebih murah, yang dikenal sebagai parfum dupe, kembali populer. Versi replika ini tidak mengklaim sebagai parfum bermerek.
Perusahaan yang membuat parfum tiruan secara terbuka mengiklankannya dengan kata-kata "terinspirasi oleh" produk wewangian lebih mahal. "Beberapa parfum tiruan sangat mirip dengan aslinya, sehingga bahkan para profesional akan kesulitan membedakannya," kata Victoria Belim-Frolova, seorang ahli parfum yang tinggal di Brussels, lapor NPR, Senin (12/5/2025).
Ia melihat semakin banyak wewangian yang meniru parfum asli yang lebih mahal, terutama secara daring. "Saya rasa, kita melihat banyak ledakan ini berkat TikTok dan YouTube, serta generasi muda pemakai parfum yang menggunakan produk tiruan hampir sebagai cara memberontak terhadap pasar yang sudah mapan dan bergengsi," kata Belim-Frolova.
Sergio Tache, pendiri Dossier, merek yang membuat parfum tiruan dan wewangian asli, menyebut, "Generasi muda ingin menemukan lebih banyak wewangian dan memakai parfum yang berbeda dalam situasi yang berbeda. Sulit untuk melakukan itu ketika Anda ingin membeli tiga parfum, Anda harus membayar beberapa ratus dolar."
Wewangian tiruan Dossier dari parfum Maison Francis Kurkdjian, Baccarat Rouge 540, harganya 49 dolar Amerika Serikat (AS), atau sekitar Rp809 ribu, lebih murah dibandingkan 210 dolar AS, atau sekitar Rp3,5 juta, untuk wewangian asli. Parfum tiruan, Ambery Saffron, dipasarkan sebagai "terinspirasi oleh Baccarat Rouge 540 MFK" di situs Dossier.
"Para pembuat parfum adalah seniman. Mereka adalah kreator fenomenal, dan kami sangat menghargai karya mereka," kata Tache. "Tapi, saya juga berpikir, ada tempat bagi perusahaan seperti kami yang menciptakan parfum hebat dengan harga lebih terjangkau."
Bagaimana Parfum Tiruan Bisa Mirip dengan Aslinya?
Pembuat parfum telah lama menggunakan teknologi yang disebut kromatografi gas-spektrometri massa (GCMS) untuk mengidentifikasi molekul tertentu dalam wewangian pesaing. Ini merupakan langkah penting untuk menciptakan produk tiruan yang dapat dipercaya.
Namun, Belim-Frolova mengatakan, menggunakannya untuk pada dasarnya meniru aroma lain sudah keterlaluan. "Itu memanfaatkan kreativitas orang lain, kesuksesan orang lain," katanya. "Jadi itu tidak memiliki nilai artistik apapun."
Ciaran Flanagan, seorang influencer yang mengunggah tentang parfum sebagai Fragrance Flan di TikTok, mengaku bahwa dia menghabiskan sebagian besar gajinya untuk membeli parfum, dan dia tidak suka barang palsu. "Saat Anda mendengar mereka memasarkannya, 'Ini, satu untuk satu, baunya sama dengan ini,' saya akan langsung membeli yang satunya lagi," kata Flanagan.
Jika mencari aroma khas, ia merekomendasikan untuk mencium aromanya sebelum membeli, atau memastikan Anda dapat mengembalikannya jika Anda berbelanja daring. Di sisi lain, ungkapan "Perfume Bad For You" muncul di hampir 60 video TikTok yang berisi peringatan untuk tidak memakai parfum.
Hoaks tentang Parfum
Tanpa memberi bukti ilmiah yang kuat, ada yang menyatakan, "wewangian pada dasarnya dapat menyembunyikan hingga tiga ribu bahan kimia di dalamnya." Sementara itu, yang lain menyatakan bahwa parfum "semuanya beracun."
Kepercayaan umum adalah ketika disemprotkan ke kulit, "bahan kimia beracun" ini masuk ke aliran darah dan menyebabkan ketidakseimbangan hormon. Seperti yang Anda duga, klaim-klaim ini secara kolektif telah ditonton jutaan kali.
Pada dasarnya, semuanya adalah bahan kimia, bahkan air. Namun, hal itu tidak menghentikan para penggemar kecantikan yang "bersih" memilih beberapa bahan parfum. Di antaranya adalah ftalat, bahan kimia yang biasanya digunakan untuk membuat plastik lebih fleksibel.
Ahli toksikologi terdaftar Rani Ghosh memberi tahu R29, dikutip Rabu, 30 April 2025, "Beberapa penelitian menunjukkan (bahwa) bahan pewangi ini dapat meniru hormon," pada dasarnya bertindak seperti hormon dalam tubuh, "tapi ini tidak sama dengan mengganggunya."
Yang penting, imbuh Ghosh, adalah sebagian besar penelitian berbasis laboratorium cenderung menggunakan dosis bahan parfum yang jauh lebih tinggi daripada yang pernah Anda semprotkan ke kulit Anda dalam kehidupan nyata. Ahli kimia kosmetik Milan Scott, setuju, menambahkan bahwa dosislah yang menentukan risikonya.
Jaminan Kemaanan Parfum
"Wewangian biasanya disertakan dalam formulasi di bawah satu persen, dengan ftalat berpotensi hadir dalam jumlah yang lebih kecil lagi," kata Scott. Ia menunjukkan bahwa memberi 100 persen bahan-bahan ini pada subjek penelitian, sering kali bukan manusia, jelas akan mengarah pada data yang meningkat, yang tidak sesuai dengan konsentrasi sebenarnya dalam formula parfum.
Karena bahan-bahan ini digunakan dalam konsentrasi yang sangat kecil dalam parfum, bahan-bahan ini dianggap aman bagi manusia, kata Ghosh. Ia mengatakan bahwa keamanan wewangian bukanlah misi tunggal, namun kolaborasi global.
"Asosiasi Parfum Internasional (IFRA) adalah organisasi global independen yang menetapkan aturan untuk menggunakan bahan-bahan wewangian dengan aman, berdasarkan penelitian dari kelompok nirlaba, Research Institute for Fragrance Materials (RIFM)."
Ghosh menjelaskan, IFRA mengambil semua data ini dan membuat standar yang diakui secara global. "Standar ini melarang atau membatasi bahan-bahan tertentu untuk memastikan keamanan konsumen," kata dia.
Faktanya, beberapa bahan parfum yang ditandai sebagai bahan yang berisiko, seperti ftalat tertentu, telah dibatasi atau dilarang di banyak negara, kata Ghosh. "Dengan 80 persen parfum global yang mematuhi aturan, ini merupakan salah satu jaring pengaman paling kuat di bidang kecantikan," tambahnya.