Liputan6.com, Jakarta Waqiah hanya bisa memberi sedikit senyuman saat berbincang bersama kerabatnya. Perempuan asal Semarang, Jawa Tengah ini merupakan ibu dari Muhdafi (13), salah seorang santri korban bangunan ambruk Ponpes Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, yang belum ditemukan.
Ini hari kelima peristiwa ambruknya bangunan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo. Waqiah perlahan menenangkan diri dan berpasrah. Dia percayakan nasib anaknya kepada Tuhan. Meski tak siap, dia mencoba ikhlas atas apapun yang nanti terjadi sang anak.
"Banyak saudara yang menghibur, jadi sekarang bisa ikhlas. Saya sudah pasrahkan semua ke Allah," kata Waqiah, Jumat (3/10/2025).
Muhdafi baru tiga bulan belajar di Ponpes Al Khoziny. Dia sendiri yang meminta belajar di pesantren ini setelah lima kerabatnya juga belajar di sini. Mereka semua ada bersama-sama saat peristiwa bangunan ambruk.
"Lima saudaranya selamat, anak saya ada di saf kedua saat salat dan tidak bisa menyelamatkan diri," ujar Waqiah.
Polda Jatim mengerahkan tim Disaster Victim Identification (DVI) untuk membantu evakuasi dan identifikasi korban runtuhnya bangunan mushala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, pada Senin (29/9).
Hanya Berharap Anaknya Ditemukan
Waqiah tak pernah berhenti berdoa selama berada di posko. Keluarganya juga saban hari menggelar doa bersama di rumah Semarang maupun kampung leluhur di Madura. Mereka berharap tim SAR secepatnya bisa menemukan Muhdafi.
"Kabarnya sekitar lokasi kejadian bangunan tercium bau tak sedap. Saya harap secepatnya anak saya ditemukan," ujarnya.
Dia sempat kecil hati saat hari keempat proses evakuasi, tim SAR sempat memutuskan menghentikan sementara pencarian untuk beristirahat sejenak. Momen itu sempat memicu ketegangan antara keluarga korban dan tim SAR.
"Kerja mereka kan sudah bagus, bisa menemukan korban. Tapi kemarin kenapa ada rencana berhenti, itu kami sayangkan," tutur Waqiah.
Apalagi pihak keluarga sudah dikumpulkan oleh Tim SAR untuk diberi penjelasan dua opsi pencarian. Yakni pencarian menggunakan alat berat dan konvensional dengan segala risikonya. Dengan begitu, upaya pencarian seharusnya bisa lebih cepat.
"Harapan kami bekerja lebih cepat lagi, itu saja. Saya ingin lihat wajah anak saya," kata Waqiah.
Tetap Optimis Tanda Kehidupan
Kebanyakan keluarga korban sudah pasrah terhadap nasib anak-anak mereka. Namun ada pula yang masih percaya harapan selalu ada siap menerima bila nanti hasilnya tak sesuai harapan.
Abdul Wahid, orang tua santri Alvin Mutawakil Allalah (13) percaya masih ada tanda kehidupan. Dia meminta tim SAR bekerja dengan kehati-hatian, jangan sampai ada debu atau hal lain yang bisa menutup oksigen di dalam reruntuhan.
Dia masih optimis anaknya punya harapan. Apalagi dia mendengar kabar teman-teman sang anak sempat membuat lubang untuk upaya menyelamatkan diri. Posisi Alvin sendiri saat salat jamaah ada di saf lima, reruntuhan lokasinya terhalang beton. Sedangkan teman-temannya yang bisa selamat saat itu banyak di bangunan utama.
"Masih ada lubang angin, ada oksigen. Jadi saya yakin anak saya ada peluang, semoga saja," ujar Wahid.
Di balik harapan itu, dia juga sudah siap bila Tuhan berkehendak lain. Baginya, semua pihak sudah bekerja keras untuk menyelamatkan para korban. Termasuk anaknya.
Duka Tak Terbendung
Masuk hari kelima pencarian korban, wajah sendu masih terpancar di wajah orang tua korban terutama para ibu. Namun situasi ini jauh lebih tenang dibanding hari keempat kemarin yang diselimuti tangis kesedihan.
Ketika itu sejumlah ibu korban menangis histeris, sebagian keluarga lainnya bersitegang dengan Basarnas. Mereka menilai kerja tim SAR lamban padahal sudah menawarkan opsi memakai alat berat dan konvensional dalam pencarian korban.
Tsani Rofiatun, tim konselor Dinas Sosial Sidoarjo, mengatakan Kamis kemarin ada kepanikan massal ketika diberi informasi oleh Tim SAR terkait dua opsi pencarian dan tak ada tanda-tanda kehidupan di lokasi kejadian.
"Ada seorang ibu sampai menangis histeris seperti kesurupan. Semua dipicu informasi pencarian Basarnas," ujarnya.
Tsnai menyebut kini kondisi keluarga korban terutama ibu-ibu sudah lebih tenang. Umumnya telah berpasrah diri dan siap menerima berbagai kemungkinan termasuk yang paling buruk sekalipun. Tim konselor sendiri berupaya melakukan relaksasi kaum perempuan yang paling rentan.
"Sekarang insya Allah semua sudah lebih sabar. Kami terus pantau kondisi mereka," tutur Tsani.