Fenomena Altitude Shift Merebak di Kalangan Traveler Masa Kini, Apa Itu?

Liputan6.com, Jakarta - Dari sekian banyak tren perjalanan yang muncul di kalangan traveler saat ini, fenomena Altitude Shift bisa dibilang bikin penasaran. Apa sebenarnya fenomena tersebut?

Ricky Hilton, GM of Communication & CRM Golden Rama, menerangkan tren itu prinsipnya menjadikan pegunungan sebagai bentuk retreat baru. Merujuk survei TTG Asia, ia menyebut 76 persen traveler global mengaku tertarik untuk menjadikan pegunungan sebagai ruang untuk mendapatkan ketenangan, udara bersih, dan menyetel ulang mental.

Hal itu pula mendorong pihaknya menampilkan inspirasi perjalanan ke berbagai destinasi pegunungan Asia dan Eropa lewat pameran wisata EXTRA 2025 yang sudah terlaksana pada 21--23 November 2025 di lima kota, termasuk Jakarta. Salah satu yang diangkat adalah Dolomites, jajaran pegunungan Alpen Italia Utara yang merupakan Situs Warisan Dunia UNESCO.

"Destinasi ini terkenal dengan lembah dramatis, tebing batu kapur yang menjulang, dan desa-desa alpine yang tenang," kata Ricky dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Ia menyebut Dolomites kini menjadi ikon slow-mountain travel, tempat wisatawan dapat menikmati jalur trekking ringan, wellness lodges, kuliner lokal Ladin, hingga pemandangan golden hour atau senja keemasan. "Bagi banyak traveler, Dolomites adalah contoh sempurna bagaimana perjalanan ke pegunungan bukan hanya wisata alam, tetapi sarana untuk kembali selaras dengan diri sendiri," sambungnya.

Selain destinasi pegunungan salju, pihaknya juga menghadirkan inspirasi slow-travel lainnya seperti rail journeys lintas negara, desa-desa pedesaan Eropa, serta rute Asia Timur yang menonjolkan ritme perjalanan yang tenang dan lebih mindful.

Ricky mengatakan pihaknya menyoroti empat pergeseran besar dalam preferensi wisatawan Indonesia. Pertama, pengalaman autentik semakin diprioritaskan dengan wisata kuliner, seni, budaya, hingga wellness retreat. Hal itu sejalan dengan temuan Kementerian Pariwisata (Kemenpar) sebelumnya yang melatari peluncuran program Wonderful Indonesia Wellness dan Wonderful Indonesia Gastronomy.

Temuan berikutnya menurut Golden Rama Tour adalah kembali populernya grup tour, terutama untuk rute Eropa, Korea, China, dan Rusia. Begitu pula dengan cruise travel yang menunjukkan peningkatan signifikan, terutama bagi keluarga dan pasangan yang menyukai slow travel. Hal itu pun ditangkap Indonesia dengan meluncurkan program Wonderful Indonesia Marine.

Terakhir, ia menemukan bahwa premium travel makin direncanakan dengan cermat, memanfaatkan reward bank, cicilan jangka panjang, dan travel voucher. Ricky menyebut hal itu mencerminkan wisatawan Indonesia yang semakin matang dalam perencanaan.

"Minat terhadap winter travel, cruise, hingga multi-country itinerary menunjukkan bahwa traveler Indonesia semakin terinformasi dan semakin ingin perjalanan yang terkurasi, bukan sekadar destinasi, tetapi pengalaman yang bermakna," imbuhnya.

Di sisi lain, media sosial juga semakin berperan memengaruhi perilaku wisatawan saat melancong ke sebuah destinasi. Salah satunya kebiasaan mengunjungi supermarket lokal saat bepergian ke luar negeri. 

Menurut laporan Unpack ‘25 dari Expedia Group, yang merangkum tren perjalanan 2025, aktivitas sederhana ini ternyata melonjak signifikan di kalangan jetsetter modern. Data menunjukkan bahwa 39 persen wisatawan kini rutin mampir ke supermarket saat berlibur, sedangkan 44 persen lainnya secara khusus mencari produk lokal yang tidak bisa mereka temukan di negara asal mereka.

Mengutip news.com.au, Rabu, 17 September 2025, mulai dari camilan, minuman unik, bumbu masak khas, hingga kebutuhan rumah tangga dengan desain lucu, semuanya dianggap sebagai pengalaman otentik sekaligus tempat belanja oleh-oleh yang menarik.

Seorang wisatawan di TikTok mengatakan, "Pergi ke toko swalayan secara teknis bisa dihitung sebagai wisata, kan? Karena bukan hanya pengalaman budaya, tetapi Anda juga bisa menemukan banyak barang untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh."

Selain itu, merujuk laporan Unpack’25, Karshagen menyebut tren Detour Destinations juga semakin berkembang. Banyak wisatawan kini tertarik untuk menjelajahi kota-kota yang jarang terdengar tetapi menyimpan pesona unik, seperti Reims di Prancis, Brescia di Italia, hingga Cozumel di Meksiko.

Laporan Unpack’25 mencatat bahwa 63 persen konsumen global berencana memasukkan destinasi-destinasi alternatif ini dalam perjalanan mereka berikutnya. Berdasarkan survei, ada lima destinasi kurang populer yang paling diminati pelancong saat ini, yakni Reims, Prancis (detour dari Paris); Brescia, Italia (detour dari Milan); Cozumel, Meksiko (detour dari Cancun); Santa Barbara, California, Amerika Serikat (detour dari Los Angeles); dan Waikato, Selandia Baru (detour dari Auckland).

"Ke depannya, wisatawan tidak hanya terpaku pada tempat-tempat wisata yang sudah teruji, mereka juga merangkul detour. Destinasi-destinasi yang kurang dikenal ini menawarkan sekilas keunikan suatu negara dan merupakan tambahan yang sempurna untuk rencana perjalanan apa pun," ia menerangkan.