Pria Ekspatriat Keluhkan Polusi Udara Jakarta Makin Memburuk, Minta Event Lari Dibatalkan

1 day ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Polusi udara di Jakarta kembali jadi sorotan publik. Tingkat polusi udara yang tinggi di Jakarta dinilai membahayakan kesehatan. Masalah itu juga ramai dibahas di media sosial, salah satunya oleh akun Twitter @piotrj . Ia menyerukan pembatalan festival atau event lari di Jakarta karena kondisi polusi yang disebut jauh di atas batas aman.

Data yang disertakan dalam cuitan tersebut menunjukkan angka PM 2.5 di berbagai titik di Jakarta, mencapai level merah. Artinya, ini mengindikasikan kualitas udara yang sangat tidak sehat.

"BATALKAN FESTIVAL LARI," tulisnya di akun X (dulunya Twitte), Senin, 18 November 2024. Dia mengingatkan bahwa aktivitas fisik seperti lari di tengah polusi tinggi dapat berdampak buruk pada kesehatan, terutama bagi paru-paru dan sistem kardiovaskular.

Risiko ini juga sangat mengancam anak-anak dan kelompok rentan.  "Lari di saat polusi tinggi merugikan kesehatan. Membahayakan paru-paru, membahayakan sistem kardiovaskular. Apalagi untuk anak2 dan kelompok rentan," tambah akun tersebut.

Pemilik akun itu diketahui bernama Piotr Jakubowski dan merupakan co-founder Nafas Indonesia. sebuah startup yang menyediakan alat pengukur kualitas udara secara real-time dan terlokalisasi. Melansir kanal Tekno Liputan6.com, Jakubowski adalah pria asal Polandia yang lahir di Jakarta dan pernah bekerja di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Di Indonesia, pria ekspatriat ini juga pernah menjabat sebagai Chief Marketing Officer (CMO) GoJek pada 2016-2018 dan kemudian bekerja di berbagai perusahaan sebelum mendirikan Nafas Indonesia bersama Nathan Roestandy pada 2020 lalu.

Cuitan Piotr pun menuai banyak perhatian dan komentar dari warganet yang membagikan pengalaman tak menyenangkan dengan polusi udara Jakarta. "Saya orang Surabaya, seminggu dinas di Jakarta langsung tenggorokan nggak enak dan batuk. Begitu pulang, kondisi saya kembali fit. Memang beda banget udaranya," komentar seorang warganet.

Bukan Menghentikan Lomba Lari

Komentar senada datang dari warga Jakarta sendiri yang merasa khawatir untuk berolahraga di luar ruangan. "Tadinya mau lari sore di GBK, tapi setelah lihat angka PM 2.5 sampai 186, saya langsung batal. Ngeri banget," tulis warganet lain.

Fenomena ini juga dirasakan oleh warga yang tinggal di apartemen.  "Tinggal di lantai 17, beberapa hari terakhir langit terlihat butek. Awalnya saya kira ini karena mendung, tapi ternyata polusi. Langit tetap buram walau hujan," kata warganet yang lain.

Namun ada juga yang protes kalau lomba lari ditiadakan karena minat masyarakat terutama di Jakarta sedang sangat tinggi dan itu merupakan hal positif.

"Malahan event lari mendorong orang buat olahraga lagi. Menghentikan trend lari malah membawa petaka yang lain," ujar seorang warganet. Cuitan itu langsung ditanggapi oleh Piotr dan ia menuliskan bukan menyerukan untuk menghentikan semua lomba lari.

"Jangan menghentikan. Tapi ditidak-adakan di hari yang polusinya tinggi. Pemerintahan Korea sudah secara rutin batalkan aktivitas olahraga kalo polusinya terlalu tinggi,” jawabnya pada Minggu, 17 November 2024.

Belum lama ini, Deputi Transportasi dan Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin membeberkan penyebab utama polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Adalah emisi gas buang atau asap knalpot yang menjadi biang kerok parahnya kualitas udara di Jakarta. 

Dampak Pencemaran Udara

Rachmat menjelaskan, berdasarkan data yang dihimpun oleh Kemenko Marves dan sejumlah pihak, kualitas udara di Jakarta sangat buruk pada 2019. Tapi kemudian membaik saat Pandemi Covid-19 di 2020.

"Namun pada 2022 dan 2023 mundur lagi bahkan pada 2024 hampir sama dengan kondisi 2019," jelas Rachmat saat bertemu dengan media," dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, 14 September 2024.  "Rata-rata hari tidak sehat sepanjang Agustus 2024 kemarin mencapai 13 hari. Ini Masalah serius," tamnbahnya.

Masalah polusi udara ini perlu ditangani dengan serius, Alasannya, dampak pencemaran udara ke kesehatan sangat signifikan. Hal ini tentu saja akan juga berpengaruh juga atau berdampak juga ke keuangan. Dalam hitungan BPJS Kesehatan, klaim kesehatan terkait masalah yang diakibatkan oleh penyakit pernafasan mencapai Rp12 triliun setiap tahunnya.

Angka ini bisa terus bertambah jika tak tertangani dengan baik. Kemudian, berdasarkan penelitian Kemenko Marves, penyebab utama pencemaran udara ini adalah emisi gas buang atau asap knalpot. "Jadi penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel polusi dan diteliti sumber dari mana," kata dia.

Hasilnya terbesar memang dari kendaraan bermotor. Sedangkan tuduhan beberapa pihak bahwa sumber utama polusi udara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tidak terbukti dalam penelitian tersebut. 

"Sebenarnya open burning atau pembakaran sampah yang konsisten tetapi jumlah lebih kecil dari asap kendaraan," jelas Rachmat. Untuk itu Kemenko Marves pun mendorong terwujudnya BBM bersubsidi yang berkualitas atau rendah sulfur untuk mengatasi polusi udara.

Bahan Bakar Minyak Bumi dan Kendaraan Listrik

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Sigit Reliantoro menyatakan bahwa kualitas udara di sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada tahun ini lebih baik dari 2023. Ada beberapa faktor penyumbang perbaikan tersebut.

Salah satunya dipengaruhi La Nina. Ia menyebut dibandingkan tahun lalu, musim kemarau tahun ini jauh lebih pendek. Bahkan, hujan masih turun pada Juli dan Agustus, walau diperkirakan akan berkurang pada September 2024.

"Oktober diharapkan normal lagi, ada hujan sehingga udara lebih bersih," kata Sigit dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024. Ia juga menyebut program elektrifikasi kendaraan mulai berdampak.  Semakin banyak yang beralih dari menggunakan kendaraan berbahan bakar minyak bumi menjadi kendaraan listrik di seputar Jabodetabek dianggap bisa menurunkan emisi gas buang dan meningkatkan kualitas udara Jabodetabek.

Selain itu, masyarakat semakin banyak yang menggunakan sepeda atau transportasi umum lantaran lebih terintegrasi dari sebelumnya.  "Orang mulai senang menggunakan kendaraan umum, kampanye kendaraan listrik juga masif sekali, mudah-mudahan bisa terus ditingkatkan," imbuhnya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |