Upacara Kasada, Ritual Sakral Simbol Keteguhan Spiritual Masyarakat Tengger Jawa Timur

3 days ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Upacara Kasada atau yang sering disebut Yadnya Kasada adalah salah satu ritual keagamaan paling sakral bagi masyarakat Suku Tengger yang bermukim di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur.

Upacara ini merupakan bentuk persembahan kepada Sang Hyang Widhi sebagai wujud rasa syukur atas rezeki dan perlindungan yang diberikan, serta sebagai penghormatan terhadap leluhur mereka, terutama kepada Roro Anteng dan Joko Seger, dua tokoh legendaris yang diyakini sebagai leluhur masyarakat Tengger.

Ritual ini berlangsung setiap tahun pada hari ke-14 dalam bulan Kasada menurut penanggalan Hindu Tengger dan dilaksanakan di Pura Luhur Poten, yang terletak di lautan pasir Gunung Bromo, serta di kawah gunung itu sendiri. Dalam prosesi ini, masyarakat Tengger membawa berbagai sesaji berupa hasil bumi seperti sayur-mayur, buah-buahan, beras, ayam, dan bahkan hewan ternak, yang kemudian dilemparkan ke dalam kawah sebagai bentuk pengorbanan dan penghormatan kepada para dewa.

Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian penting dari kehidupan spiritual masyarakat Tengger, tetapi juga menarik perhatian wisatawan dan peneliti budaya dari berbagai daerah yang ingin menyaksikan langsung bagaimana ritual kuno ini tetap bertahan di tengah arus modernisasi.

Sejarah Upacara Kasada berakar pada legenda yang berkembang di kalangan masyarakat Tengger tentang pasangan Roro Anteng dan Joko Seger. Menurut kisah yang dipercaya secara turun-temurun, pasangan ini adalah pemimpin pertama masyarakat Tengger yang memohon kepada para dewa agar dikaruniai keturunan setelah sekian lama tidak memiliki anak.

Doa mereka akhirnya dikabulkan dengan syarat bahwa anak bungsu dari keturunan mereka harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo sebagai bentuk pengorbanan kepada dewa. Setelah dikaruniai 25 orang anak, mereka pun memenuhi janji tersebut dengan menyerahkan anak bungsu mereka, Jaya Kusuma, kepada kawah gunung berapi yang aktif itu.

Namun, sebelum mengorbankan dirinya, Jaya Kusuma berpesan kepada masyarakat Tengger agar setiap tahun mereka melakukan ritual persembahan kepada Gunung Bromo sebagai bentuk penghormatan kepada para dewa dan untuk memastikan keberlangsungan kehidupan mereka.

Sejak saat itu, Upacara Kasada menjadi tradisi yang terus dilaksanakan setiap tahun, diwariskan dari generasi ke generasi sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat Tengger. Ritual ini tidak hanya mencerminkan hubungan erat antara manusia dan alam, tetapi juga mengandung makna spiritual yang mendalam tentang keseimbangan, pengorbanan, dan keberlanjutan hidup.

Promosi 1

Keteguhan Spiritual

Pelaksanaan Upacara Kasada diawali dengan serangkaian persiapan yang melibatkan seluruh komunitas masyarakat Tengger. Sehari sebelum upacara puncak, para dukun atau pemuka adat berkumpul di Pura Luhur Poten untuk melakukan ritual khusus yang bertujuan memohon berkah dari Sang Hyang Widhi dan para leluhur.

Pada malam sebelum hari ke-14 bulan Kasada, masyarakat Tengger berkumpul di sekitar pura untuk melaksanakan doa bersama yang dipimpin oleh para dukun. Upacara ini tidak hanya sebagai bentuk penghormatan kepada para dewa, tetapi juga menjadi momen penting bagi dukun-dukun baru yang ingin mendapatkan pengesahan sebagai pemimpin spiritual di komunitas mereka.

Prosesi pengesahan ini disebut dengan Pemilihan Dukun Tengger, di mana calon dukun diuji dalam membacakan mantra-mantra suci dengan tepat dan benar di hadapan masyarakat. Jika mereka berhasil, maka mereka akan secara resmi diakui sebagai dukun yang bertugas memimpin berbagai upacara adat di komunitas Tengger.

Setelah prosesi doa dan pengesahan dukun selesai, masyarakat kemudian bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan menuju kawah Gunung Bromo, membawa sesaji yang telah mereka persiapkan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Saat fajar mulai menyingsing, prosesi puncak Upacara Kasada dimulai dengan perjalanan dari Pura Luhur Poten menuju kawah Gunung Bromo.

Para peserta upacara, yang terdiri dari masyarakat Tengger dan para dukun, berjalan kaki melewati lautan pasir yang luas dengan membawa sesaji yang terdiri dari berbagai hasil bumi, seperti kentang, jagung, padi, serta ayam dan kambing sebagai simbol rasa syukur kepada para dewa.

Setibanya di tepi kawah, mereka melakukan doa-doa suci yang dipimpin oleh para dukun, memohon berkah dan keselamatan bagi seluruh komunitas. Setelah doa selesai, satu per satu sesaji dilemparkan ke dalam kawah Gunung Bromo sebagai simbol pengorbanan dan pengabdian kepada Sang Hyang Widhi.

Meski terkesan sederhana, ritual ini mengandung makna yang sangat dalam bagi masyarakat Tengger, yakni bahwa segala sesuatu yang mereka miliki adalah anugerah dari para dewa dan harus dikembalikan sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.

Uniknya, selama prosesi ini berlangsung, ada fenomena menarik di mana beberapa orang dari luar komunitas Tengger, yang sering disebut sebagai pemburu sesaji, berusaha menangkap sesaji yang dilemparkan sebelum jatuh ke dalam kawah. Meskipun tampak berisiko, tradisi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun dan dipercaya membawa keberuntungan bagi mereka yang berhasil mengambil sesaji tersebut.

Upacara Kasada bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi juga menjadi salah satu warisan budaya yang memperkuat identitas masyarakat Tengger dan menghubungkan mereka dengan leluhur serta alam semesta. Dalam dunia yang semakin modern, di mana banyak tradisi mulai ditinggalkan, masyarakat Tengger tetap teguh mempertahankan warisan ini sebagai bagian dari kehidupan mereka.

Selain memiliki nilai spiritual yang tinggi, Upacara Kasada juga memberikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Kedatangan wisatawan yang ingin menyaksikan ritual ini memberikan peluang ekonomi bagi warga lokal, baik melalui penyediaan jasa transportasi, penginapan, maupun perdagangan cendera mata.

Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan, ada tantangan tersendiri dalam menjaga kesakralan upacara ini agar tetap murni dan tidak tergerus oleh aspek komersialisasi. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, baik masyarakat Tengger maupun para pengunjung, untuk menghormati nilai-nilai sakral yang terkandung dalam ritual ini.

Upacara Kasada bukan hanya menjadi simbol keteguhan spiritual masyarakat Tengger, tetapi juga merupakan bukti bahwa tradisi dan budaya lokal tetap bisa bertahan dan relevan di tengah perkembangan zaman. Keberadaan upacara ini mengajarkan kepada kita semua bahwa keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas adalah hal yang sangat penting untuk dijaga, agar kehidupan tetap harmonis dan sejahtera.

Penulis: Belvana Fasya Saad

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |