Liputan6.com, Jakarta - Sebuah video ratusan ekor burung pipit mati secara massal di area Bandar Udara (Bandara) Internasional I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, mendadak viral. Dalam video tersebut, tampak ratusan burung pipit mati disertai dengan pohon yang tumbang. Petugas kebersihan bandara langsung mengevakuasi bangkai burung dari lokasi untuk menjaga kenyamanan pengunjung bandara.
Fenomena ratusan burung pipit yang mati mendadak secara serentak itu menjadi perbincangan warganet setelah dibagikan di beberapa akun media sosial. Salah satunya di akun Instagram @lambe_turah pada Senin, 25 November 2024,” "Fenomenaa apa ini? 😱😱😱," tulis keterangan unggahan tersebut.
Lantas, apa yang menyebabkan ratusan burung pipit tersebut mati mendadak? Menurut Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, ratusan burung pipit yang mati di kawasan Bandara I Gusti Ngurah Rai tersebut tersambar petir saat kawanan burung beristirahat di pohon.
"Jadi, pohon tempat kawanan burung bertengger mengalami patah ranting karena sambaran petir. Sambaran ini membuat kawanan burung yang sedang beristirahat di pohon tersebut turut tersambar dan mati," terang Kepala Balai KSDA Bali Ratna Hendratmoko dikutip dari Antara, Selasa (26/11/2024).
Ratna mengatakan berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan, diperoleh informasi dari petugas pemeliharaan taman dan petugas keamanan Bandara Bali diketahui bahwa insiden ini terjadi pada Jumat malam, 22 November 2024. Saat kejadian, petugas kebersihan bandara langsung mengevakuasi bangkai burung dari lokasi untuk menjaga kenyamanan pengunjung bandara.
Bukan Kejadian Pertama di Bali
Saat tim BKSDA Bali mengecek, ditemukan sisa tiga ekor bangkai burung dalam kondisi yang telah membusuk sampai 90 persen. Hal itu tidak memungkinkan untuk dilakukan nekropsi atau pengambilan sampel atas satwa itu.
Ratna menerangkan kejadian itu disebabkan oleh faktor alam dan tidak ada indikasi wabah penyakit atau penyebab lain yang membuat publik khawatir. "Kami tetap akan memantau situasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan ekosistem tetap terjaga," ujarnya.
Kejadian seperti ini ternyata bukan yang pertama kali di Bali. Pada 2022, sejumlah burung pipit di Bali berjatuhan dan mati akibat efek chemtrail atau penyebaran racun di udara. Informasi tersebut dibagikan salah satu akun Facebook.
Unggahan berupa video yang menayangkan sejumlah burung berbaring di tanah. Dalam video tersebut juga terdapat suara orang bicara dengan bahasa Bali diberi keterangan "Efek chemtrail nih".
Melansir kanal Cek Fakta Liputan6.com, 15 Desember 2022, tim Cek Fakta Liputan6.com menghubungi Peneliti Burung di Pusat Riset Biologi-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tri Haryoko untuk memastikan kebenaran informasi tersebut.
Negatif dari Penyakit Flu Burung
Tri mengatakan, matinya burung-burung tersebut bukanlah akibat chem trail seperti diklaim dalam unggahan viral, melainkan akibat hujan deras dan cepat, sehingga bulu burung tersebut tidak mampu menahan curahan air hujan. "Walaupun bulu burung terbuat dari keratin dan mempunyai kelenjar minyak tetap tidak mampu menjaga tubuhnya terkena air hujan," kata Tri, saat berbincang dengan Liputan6.com. Menurut Tri, jika hujan tidak deras, bulu masih mampu menahan agar air hujan tidak tembus ke dalam permukaan kulit burung.
Dalam data yang Tri bagikan ke Liputan6.com, pengujian BBVet Denpasar mengecek penyakit infeksius tersebut melalui pemeriksaan histopatologi. Hasil tes polymerase chain reaction (PCR) juga menunjukkan bahwa satwa tersebut negatif dari penyakit flu burung. Menurut Tri, kematian burung pada waktu hujan yang sangat deras di pohon asam ini disebabkan oleh tidak berfungsinya bulu burung dalam menjaga suhu tubuh burung dengan baik.
Tim Cek Fakta Liputan6.com memastikan lokasi matinya burung tersebut, artikel berjudul "Ini Lokasi Burung Pipit Berjatuhan di Bali" yang dimuat situs news.detik.com, pada 11 September 2021 menyebutkan, burung pipit berjatuhan dan banyak yang mati di Bali, peristiwa itu terjadi di kuburan Banjar Sema, Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali.
Akibat Hujan Deras
Ada dua pohon asam yang tumbuh di sebelah selatan dekat tembok kuburan. Burung pipit disebut sering hinggap di pohon itu, termasuk saat banyak burung yang mati berjatuhan beberapa hari lalu. Menurut Tri, pohon asam yang memiliki struktur dan susunan daun yang kecil, tidak lebar dan tidak rapat menyebabkan tidak cukup menahan laju curah air hujan yang deras.
Adanya guyuran air hujan yang deras tersebut, bulu tidak mampu melindungi atau menahan air hujan agar tidak mengenai kulit tubuh burung. Walaupun bulu burung terbuat dari keratin, mempunyai kelenjar minyak yang melindungi bulu dari air serta tersusun secara rapat.
Burung akan mengalami stres dan kedinginan, apabila tidak segera tertangani dengan cepat dengan mengeringkan bulunya bisa berakibat kematian. Diketahui bulu burung terdiri atas tiga macam bulu utama, yaitu:
Plumae : terdiri atas berbagai bentuk dan ukuran yang berfungsi menutupi badan yang bisa kita liat secara langsung.
Plumulae: terdiri atas bulu-bulu yang terletak di bawah bulu plumae, yang berfungsi menjaga panas tubuh dengan baik.
Filoplumae : lebih berfungsi sebagai sensor atau indera.