Pengakuan Cinta Laura Pernah Didiskriminasi Saat Jadi Pembicara Acara Kampus di Indonesia

8 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Menyalurkan spirit perayaan Hari Kartini 2025, Cinta Laura merasa semangat dan keberanian Kartini masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Cinta pun menceritakan pengalaman dirinya pernah merasa diremehkan sebagai seorang perempuan.

Momen ini terjadi saat ia jadi satu-satunya pembicara perempuan di sebuah acara di universitas ternama di Indonesia sekitar dua tahun lalu. Saat itu, Cinta mengaku bingung, karena alih-alih diajak duduk bersama para pembicara lain, ia diminta duduk di meja bersama para istri pembicara dan rektor.

"Bukan berarti para istri tidak luar biasa. Saat saya mengobrol dengan istri-istri rektor dan para pembicara seminar, mereka pun punya banyak cerita menarik dan value yang luar biasa," ungkap Cinta saat ditemui dalam perayaan Hari Kartini di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Senin, 21 April 2025.

"Permasalahannya bukan aku digiring ke meja dengan istri-istri, permasalahannya, kenapa aku sebagai pembicara tidak di meja yang sama dengan pembicara lain," ujarnya. Perempuan 31 tahun itu kemudian berinisiatif duduk di meja pembicara dan menyapa para pria di meja tersebut. Namun, Cinta segera menyadari mereka jadi terlihat tidak nyaman.

Saat naik ke panggung, Cinta ditanya soal kesetaraan gender. Ia menggunakan kesempatan itu untuk langsung menjadikan pengalaman perlakuan dskriminatif yang baru dialaminya sebagai contoh.

"Jadi, situasi yang baru saja aku alami beberapa menit sebelumnya, aku gunakan sebagai contoh di mana perempuan tidak diperlakukan dengan sama, tapi tentunya dilakukan dengan cara yang bijak dan dengan kalimat baik," terangnya.

Cinta melanjutkan, setelahnya, rektor kampus tersebut dan pembicara lainnya tampak merasa bersalah. "Mereka merasa bersalah, karena yang mereka lakukan sebenarnya tidak adil dan sedikit aneh. Setelah itu, mereka minta maaf," sambungnya.

Perempuan di Masa Sekarang

Meski begitu, Cinta tetap bersyukur karena perempuan yang hidup di masa sekarang sudah diberdayakan dengan pendidikan dan diberi pilihan untuk bersuara. Yang masih sangat relevan dari Kartini adalah keberaniannya menyuarakan apa yang ada di dalam hati dan pikirannya. Ia percaya bahwa sepanjang sejarah, perubahan hanya terjadi saat kita konsisten menyuarakan sesuatu.

Cinta juga mengungkap keresahannya terkait banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan yang menyalahkan korban, yang mayoritasnya perempuan. Meski Indonesia telah jadi negara demokratis dan memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang disahkan pada 2022, implementasi hukum tersebut, menurut Cinta, masih jauh dari harapan.

"UU TPKS memang sudah disahkan tahun 2022 kemarin, tapi secara implementasi jauh dari sempurna dan kita tahu itu dari berbagai berita yang kita baca online maupun koran. Ini adalah hal yang sangat menyedihkan," kata perempuan berdarah Jerman itu.

"Aku juga merasa sakit hati, karena dengan perkembangan zaman, walau sudah banyak berubah ke arah yang lebih baik, tapi di negara kita, masih terjadi yang namanya victim blaming di mana korban lah yang disalahkan atas apa yang terjadi pada mereka," tambahnya.

Perempuan Rentan Jadi Korban Kekerasan

Cinta mengakui, kekerasan dan pelecehan tidak hanya menimpa perempuan, tapi juga laki-laki dan anak-anak. Namun, perempuan masih jadi kelompok paling rentan dan paling banyak jadi korban.

Ia juga mengkritisi cara media dalam memberitakan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Ia menilai, masih banyak media yang tidak berpihak pada korban dan cenderung menampilkan narasi yang tidak empatik, sehingga memengaruhi cara masyarakat memandang perempuan.

Karena itu, pemain film 'Devil on Top' tersebut memutuskan memberikan perlawanan dengan bersuara melalui platform yang dimilikinya dengan harapan perempuan bisa merasa aman.

"Aku rasa, aku berusaha sekonsisten mungkin. Sudah 5 sampai 10 tahun terakhir melalui platform-ku, melalui teman-teman yang datang ke sini, aku akan selalu menyuarakan, apalagi berbagi cara bagaimana kita bisa bebas dari kekerasan dan perempuan bisa merasa aman, nyaman, dan dihargai di mana pun mereka berada," tuturnya

Selaras dengan itu, dalam rangka memperingati Hari Kartini tahun ini, Titimangsa bersama Bakti Budaya Djarum Foundation mengajak para seniman multigenerasi bersatu dalam sebuah pertunjukan sastra dan suara bertajuk "Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini."

Pameran Sunting di Museum Nasional

Pementasan yang bertempat di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Senin, 21 April 2025, merupakan sebuah penghormatan terhadap pemikiran, perjuangan, dan jiwa seorang Raden Ajeng Kartini, sosok yang hingga hari ini masih jadi nyala api bagi perempuan dan bangsa Indonesia.

Dengan format pembacaan secara monolog, surat-surat asli Kartini dihidupkan kembali melalui suara para seniman ternama Indonesia: Christine Hakim, Ratna Riantiarno, Reza Rahadian, Marsha Timothy, Maudy Ayunda, Lutesha, Cinta Laura, Chelsea Islan, Happy Salma, dan Bagus Ade Putra. Dengan arahan Sri Qadariatin sebagai sutradara, para seniman multigenerasi ini tidak hanya membacakan, tapi menghidupkan isi hati Kartini yang ditulis lebih dari seabad silam, namun tetap terasa begitu relevan hari ini.

Pementasan "Terbitlah Terang: Pembacaan Surat dan Gagasan Kartini" ini juga merupakan bagian dari pembukaan pameran "SUNTING: Jejak Perempuan Indonesia Penggerak Perubahan." Pameran SUNTING merupakan penghormatan atas peran perempuan Indonesia dalam sejarah, dengan Sunting sebagai simbol kekuatan, martabat, dan perubahan sosial.

Pameran ini mengajak refleksi atas kontribusi perempuan dalam membangun peradaban serta mendorong partisipasi kita dalam perjuangan menuju masa depan yang lebih setara. Pameran ini akan berlangsung pada 22 April sampai 31 Juli 2025 di Museum Nasional Indonesia.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |