84 Persen Terumbu Karang Global Memutih, Tingkat Terburuk Sepanjang Sejarah

7 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Rabu, 23 April 2025, bisa dibilang salah satu hari kelabu bagi dunia. Inisiatif Terumbu Karang Internasional (ICRI) mengumumkan bahwa pemutihan karang berbahaya di seluruh dunia telah mencapai 84 persen dari terumbu karang di lautan, menandai peristiwa paling intens dalam sejarah.

ICRI menyebutnya sebagai peristiwa pemutihan karang global keempat sejak 1998 dan telah melampaui level pemutihan yang terjadi sepanjang 2014--2017 yang melanda sekitar dua pertiga dari terumbu karang. Institusi yang merupakan gabungan lebih dari 100 pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan lainnya itu bahkan tidak mampu menjelaskan kapan krisis yang dimulai sejak 2023 akan berakhir.

"Kita mungkin tidak akan pernah melihat stres panas yang menyebabkan pemutihan turun di bawah ambang batas yang memicu peristiwa global," kata Mark Eakin, sekretaris koresponden untuk Masyarakat Terumbu Karang Internasional dan kepala pemantauan karang pensiun untuk Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS.

"Kita sedang melihat sesuatu yang benar-benar mengubah wajah planet kita dan kemampuan lautan kita untuk mendukung kehidupan dan mata pencaharian," sambungnya.

Tahun lalu adalah tahun terpanas dalam catatan bumi, dan sebagian besar panas tersebut masuk ke lautan. Suhu permukaan laut rata-rata tahunan lautan yang jauh dari kutub adalah rekor 20,87 derajat Celcius (69,57 derajat Fahrenheit).

Hal itu mematikan karang yang merupakan kunci untuk produksi makanan laut, pariwisata, dan perlindungan garis pantai dari erosi dan badai. Terumbu karang terkadang disebut hutan hujan laut karena mereka mendukung tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, sekitar 25 persen dari semua spesies laut dapat ditemukan di, pada, dan di sekitar terumbu karang.

Upaya Penyelamatan Karang di Berbagai Negara

Karang mendapatkan warna-warna cerah mereka dari alga berwarna-warni yang hidup di dalamnya dan merupakan sumber makanan bagi karang. Suasana hangat yang berkepanjangan menyebabkan alga melepaskan senyawa beracun, dan karang mengeluarkannya. Kerangka putih yang mencolok tertinggal, dan karang yang melemah berisiko tinggi untuk mati.

Peristiwa pemutihan telah begitu parah sehingga program Pengawasan Terumbu Karang NOAA harus menambahkan tingkat ke skala peringatan pemutihannya untuk memperhitungkan peningkatan risiko kematian karang. Upaya sedang dilakukan untuk melestarikan dan memulihkan karang.

Salah satu laboratorium Belanda telah bekerja dengan fragmen karang, termasuk beberapa yang diambil dari lepas pantai Seychelles, untuk memperbanyaknya di kebun binatang sehingga mereka dapat digunakan suatu hari nanti untuk mengisi kembali terumbu karang liar jika diperlukan. Proyek lain, termasuk satu di lepas pantai Florida, bekerja untuk menyelamatkan karang yang terancam oleh panas yang tinggi dan merawatnya kembali ke kesehatan sebelum mengembalikannya ke laut.

Tamparan Keras pada Pemerintahan Trump

Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa sangat penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menghangatkan planet, seperti karbon dioksida dan metana. "Cara terbaik untuk melindungi terumbu karang adalah dengan mengatasi akar penyebab perubahan iklim. Dan itu berarti mengurangi emisi manusia yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil … segala sesuatu yang lain lebih terlihat seperti plester daripada solusi," kata Eakin.

"Saya pikir orang-orang benar-benar perlu menyadari apa yang mereka lakukan … tidak bertindak adalah ciuman maut bagi terumbu karang," kata Melanie McField, ketua bersama Komite Pengarah Karibia untuk Jaringan Pemantauan Terumbu Karang Global, jaringan ilmuwan yang memantau terumbu karang di seluruh dunia.

Pembaruan kelompok tersebut muncul ketika Presiden Donald Trump telah bergerak agresif di masa jabatan keduanya untuk meningkatkan bahan bakar fosil dan mengembalikan program energi bersih, yang menurutnya diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.

"Kita memiliki pemerintahan sekarang yang bekerja sangat keras untuk menghancurkan semua ekosistem ini … menghapus perlindungan ini akan memiliki konsekuensi yang menghancurkan," kata Eakin.

Bagaimana Kondisi Terumbu Karang di Indonesia?

Mengutip laman ipb.ac.id, peneliti IPB University dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) Dr. Tries Blandine Razak menyebutkan bahwa Indonesia menyumbang sekitar 15 persen dari seluruh area terumbu karang secara global. "Itu artinya, Indonesia sangat berperan penting dalam pelestarian dan pengelolaan ekosistem terumbu karang dunia," ucapnya.

Ia dan tim kemudian mengumpulkan dan menganalisis data tutupan karang di seluruh Indonesia untuk menilai perubahan selama beberapa dekade terakhir. Data diambil dari berbagai sumber publikasi, termasuk laporan penelitian, skripsi, jurnal ilmiah, dan lainnya.

Berdasarkan hasil analisis data, ia menyatakan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam tutupan karang di Indonesia selama periode 1994 hingga 2022. Temuan itu dinilai cukup mengejutkan mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi oleh ekosistem terumbu karang, seperti perubahan iklim, overfishing, dan juga polusi.

"Kami mengusulkan beberapa kemungkinan mengapa tidak ada perubahan yang signifikan dalam komunitas karang," ungkap Tries.

Kemungkinan tersebut di antaranya adalah penelitian mungkin sudah merepresentasikan kondisi baseline yang baru, sehingga tidak mencerminkan perubahan yang lebih nyata dari sebelumnya. Selain itu, skala analisis yang besar bisa mengabaikan perubahan kecil atau lokal yang terjadi di beberapa wilayah.

Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa pengumpulan data monitoring yang kurang objektif atau tidak konsisten dari berbagai sumber bisa mempengaruhi hasil penelitian. "Ada juga kemungkinan terumbu karang di Indonesia memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di dunia," imbuhnya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |