Perjuangan Atlet Atletik Paralimpik demi Bisa Hidup di Atas Kaki Sendiri hingga Dibuatkan Serial Dokumenter

2 weeks ago 25

Liputan6.com, Jakarta - Perjuangan hidup setiap individu bisa menginspirasi orang lain. Itu pula yang terjadi pada hidup Nia Kania Afriani, perempuan asal Bandung yang lahir dengan keterbatasan pendengaran alias tuli. Sering dirundung karena kondisinya yang tuli, Nia berusaha melawan stigma masyarakat bahwa penyandang disabilitas tak bisa hidup mandiri. 

"Setelah lulus sekolah susah dapat kerja, jadi saya coba wirausaha dengan menjual bungkus kertas untuk gorengan dengan cara titip ke teman, juga membantu menyulam kancing seragam sekolah dan kantor dengan sistem borongan," celoteh Nia dalam bahasa isyarat dalam jumpa pers di Jakarta pada Selasa, 3 Desember 2024.

Beberapa tahun kemudian, ia diterima bekerja di restoran cepat saji di Bandung, yang memberinya penghasilan tetap dan lingkungan kerja yang mendukung. Dengan dukungan tersebut, ia mulai berani mengejar impiannya sejak lama, yakni menjadi atlet atletik. Padahal, usianya saat itu sudah lebih dari 30 tahun, usia yang sering disebut kurang produktif bagi atlet.

Namun, ia membalikkan semua anggapan. Pada usianya yang ke-46 tahun, ia meraih medali emas pada Pekan Paralimpik Daerah Jawa Barat 2022.

"Saya suka olahraga sejak kecil, dan rasanya senang sekaligus bangga ketika menang. Meskipun usia saya tidak muda lagi, bahkan sempat sebagian atlet muda meremehkan saya karena sudah tua, menganggap saya tidak akan menang dalam lomba, namun saya tidak mau patah semangat. Saya bilang pada diri sendiri, saya bisa dan saya mampu," tutur Nia.

Membangun Keluarga dan Lahirkan Anak Normal

Kania menikah pada 2004. Suaminya juga seorang tuli. Namun, mereka bisa melahirkan anak normal yang dinamai Ulya Zafirah Kanisya. Putrinya itu memiliki keistimewaan, yaitu mampu menguasai dua cara berkomunikasi, menggunakan bahasa lisan dan bahasa isyarat.

Pasangan suami istri itu kompak merawat anak semata wayang mereka hingga kini tumbuh menjadi seorang remaja. "Tantangan dalam berkomunikasi dengan anak terkadang ada salah paham, tetapi langsung dikoreksi dan anak langsung mengerti," cerita Kania.

"Saat mendidik anak, tidak ada tekanan atau cara khusus yang diberikan. Jadi, seperti biasa saja, tanpa ada tuntutan. Anak tetap bebas memilih apa yang ingin dipelajari. Kalau ada kesulitan, itu juga dianggap hal yang wajar," cerita Kania. Ia juga menyebut bahwa keluarganya tidak pernah merepotkannya dan selalu mendukungnya.

Perjalanan hidup Nia menginspirasi seorang sutradara, Wisnu Surya Pratama, untuk membuat serial dokumenter. Ia membagi kisahnya dalam tiga serial dokumenter berjudul Sosok Baik Indonesia yang episode pertamanya dirilis bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional pada Selasa, 3 Desember 2024.

Bukan Jual Kesedihan

Wisnu menyampaikan fokus utama cerita di serial dokumenter itu bukanlah untuk menjual kesedihan atas kesulitan hidup yang dialami Nia, namun soal perjuangan untuk hidup mandiri.

"Mereka mungkin punya keterbatasan, tapi mereka pasti punya kelebihan. Begitu juga dengan Ibu Kania. Sebagai seorang tuli, dia justru menjadi sosok unik, bukan kekurangan. Dia bisa berkomunikasi dengan baik, bekerja dengan baik, bahkan menjadi atlet dan meraih medali emas di usia 46 tahun," kata Wisnu.

Wisnu berharap kisah ini bisa memberikan manfaat bagi teman-teman disabilitas lainnya di luar sana. Dari kisah Kania, ia berharap bisa memotivasi mereka untuk berdaya dan tahu bahwa mereka juga bisa meraih impian. "Bagi saya, yang penting adalah film ini ditonton banyak orang, agar mereka bisa melihat betapa luar biasanya sosok ibu Kania," tambahnya.

Wisnu menyampaikan bahwa film dokumenter ini dapat ditonton di saluran YouTube @niatbaikhasilbaik_id. Alasan memilih YouTube baginya agar mudah diakses penonton.

Pesan Penting dalam Serial Dokumenter

Lewat serial tersebut, Wisnu berharap masyarakat tidak lagi mendiskriminasi maupun memperlakukan teman-teman disabilitas dengan buruk. Lewat karyanya itu, ia menekankan pentingnya aksesibilitas yang lebih baik bagi penyandang disabilitas di berbagai fasilitas umum. Hal ini termasuk transportasi dan fasilitas umum lainnya agar dapat merasakan fasilitas yang sama seperti orang-orang pada umumnya.

Ia juga menekankan pentingnya memberikan kesempatan yang setara bagi penyandang disabilitas untuk berkembang dan meraih impian mereka, termasuk dalam hal pendidikan. Menurutnya, selama ini akses untuk teman-teman disabilitas di banyak tempat masih sangat terbatas dan progresnya belum memadai.

"Terkadang teman-teman disabilitas, terutama yang menggunakan alat bantu seperti kursi roda atau teman-teman tuli, akan kesulitan ketika masuk ke mal atau tempat umum lainnya. Banyak sekali hal yang membingungkan, seperti desain trotoar yang tidak ramah difabel atau bahkan digunakan untuk berjualan," kata Wisnu.

"Saya ingin menyuarakan apa yang dirasakan oleh teman-teman disabilitas lainnya, agar mereka bisa memiliki kesempatan yang setara dalam berbagai bidang, termasuk pekerjaan," tambahnya.

Miss Universe 2024 yang baru saja dinobatkan, Victoria Kjaer (tengah) dari Denmark, bereaksi saat merayakan kemenangannya setelah memenangkan kontes Miss Universe edisi ke-73 di Mexico City pada Sabtu 16 November 2024 malam waktu setempat atau Minggu 17 November 2024 pagi Waktu Indonesia Barat. (CARL DE SOUZA/AFP)
Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |