Liputan6.com, Jakarta - Budaya sarapan Malaysia baru saja ditetapkan dalam Daftar Representatif Warisan Budaya TakBenda Kemanusiaan UNESCO lewat sidang ke-19 di Paraguay yang berlangsung pada 2--7 Desember 2024. Pengakuan itu dinilai sebagai bukti bahwa budaya sarapan Malaysia merupakan salah satu pemersatu antar-etnis di Malaysia.
Menurut UNESCO, unsur ini dapat ditemukan di seluruh negara bagian yang mengajukan, terdiri dari 14 negara bagian. Budaya ini berpusat pada makanan dan kebersamaan dalam menikmati sarapan pagi dengan menu utama seperti Nasi Lemak, Roti Canai, dan minuman Teh Tarik.
Unsur tradisi budaya sarapan Malaysia dipraktikkan di ruang pribadi dan publik, dari daerah pedesaan hingga perkotaan. Suku Melayu, Tionghoa, India, dan kelompok etnis lainnya di seluruh Malaysia merupakan produsen dan pengunjung makanan, serta terlibat aktif dalam praktik unsur ini.
Dikutip dari Bernama, Sabtu, 7 Desember 2024, Kementerian Pariwisata, Seni, dan Kebudayaan Malaysia (MOTAC) dalam sebuah pernyataan pada Kamis, 5 Desember 2024, budaya sarapan Malaysia memenuhi semua kriteria dalam Konvensi UNESCO 2003 untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda.
"Budaya sarapan di Malaysia mencerminkan keberagaman, keharmonisan, inklusivitas, dan penerimaan bangsa di antara masyarakat multietnisnya. Ini adalah elemen warisan budaya takbenda yang selaras dengan kriteria UNESCO, sehingga mendorong hubungan sosial dan menunjukkan kekuatan Malaysia sebagai negara multiras."
Budaya Saraoan Diwariskan dari Generasi ke Generasi
Persiapan dan konsumsi sarapan di Malaysia, meskipun awalnya berasal dari kelompok etnis tertentu, akhirnya menjadi kebiasaan yang dinikmati oleh semua orang tanpa memandang latar belakang etnis. Makanan-makanan itu mudah diproduksi, terjangkau, dan dihargai oleh berbagai kalangan sebagai pilihan yang lengkap untuk memulai hari.
Budaya ini diwariskan dari generasi ke generasi untuk memastikan keberlanjutan praktik kuliner tradisional setempat. Selain menjadi sumber kebanggaan dan bagian penting sejarah gastronomi Malaysia, hidangan pagi ini telah menjadi elemen khas budaya dan identitas yang menghubungkan berbagai kelompok etnis Malaysia.
"Pengakuan ini diharapkan dapat menginspirasi upaya yang lebih besar dalam menjaga warisan takbenda melalui inisiatif kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, asosiasi, dan masyarakat lokal, selain membuka jalan bagi kerja sama yang lebih luas di berbagai bidang," lanjut pernyataan tersebut.
Pengakuan itu menambah jumlah warisan budaya Malaysia yang diakui UNESCO. Sebelumnya ada teater Mak Yong (2005), Dondang Sayang (2018), Silat (2019), upacara Ong Chun/Wangchuan/Wangkang (nominasi bersama dengan Tiongkok, 2020), Pantun (nominasi bersama dengan Indonesia, 2020), Songket (2021), dan Mek Mulung (2023).
Malaysia Ajukan Diri Jadi Dewan Eksekutif UNESCO
MOTAC, melalui Departemen Warisan Nasional (JWN), mengajukan nominasi budaya sarapan Malaysia ke UNESCO pada 30 Maret 2023, usulan pertama terkait dengan makanan dan gastronomi. Kementerian tersebut mengatakan pengakuan ini menggarisbawahi komitmennya untuk menjaga warisan budaya takbenda, sejalan dengan Inti 3 Kebijakan Kebudayaan Nasional, yaitu menekankan pelestarian dan konservasi budaya.
MOTAC menganggap pencapaian itu sebagai hasil dari usaha kolektif berbagai pemangku kepentingan. Pihak yang turut terlibat JWN, Komisi Nasional Malaysia untuk UNESCO, Delegasi Tetap Malaysia untuk UNESCO, dan Kementerian Luar Negeri.
MOTAC juga menyampaikan, "Pengakuan ini semakin meningkatkan kredibilitas global Malaysia sebagai kandidat yang layak untuk menduduki kursi di Dewan Eksekutif UNESCO untuk masa jabatan 2025-2029."
Tak hanya Malaysia, Indonesia juga menyatakan kesiapannya untuk berpartisipasi dalam pencalonan anggota Komite Antar Pemerintah untuk Pelindungan Warisan Budaya Takbenda di UNESCO untuk periode 2026–2030. Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dilansir dari Antara, menyatakan bahwa warisan budaya takbenda bukan hanya peninggalan masa lalu, melainkan bukti ketangguhan dan persatuan manusia yang relevan dengan tantangan dunia modern.
"Termasuk perubahan iklim konflik, urbanisasi, dan kemajuan teknologi," kata Fadli.
Kebaya Juga Diakui UNESCO
Sebelumnya, kebaya lebih dulu diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia dalam sidang ke-19 itu. Pengajuan bersama oleh Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura dan Thailand ditetapkan pada 4 Desember 2024.
"Kami bersyukur yang teramat sangat karena perjuangan panjang untuk pendaftaran ke UNESCO akhirnya membuahkan hasil yang sesuai harapan. Bagaimana pun sejarah keberadaan kebaya adalah perjalanan budaya Nusantara yang diwariskan para leluhur kita,"ujar Rahmi Hidayati, Ketua Umum Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI), organisasi yang pertama bergerak soal pelestarian kebaya dalam keterangan tertulis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Kamis, 5 Desember 2024.
Menurut Rahmi, selama ini pecinta kebaya berupaya melestarikan busana warisan leluhur Nusantara melalui berbagai kegiatan melibatkan semua generasi. Ke depannya, dia berharap bisa semakin fokus bergerak bersama generasi muda karena mereka lah yang akan berjuang menjaga kelestarian kebaya.
Usulan pengajuan ke UNESCO pertama kali disampaikan pada 2017 saat PBI menggelar acara 1.000 Perempuan Berkebaya. Kemudian dipertegas lagi pada saat Kongres Berkebaya Nasional yang diadakan pada 5-6 April 2021 sehingga akhirnya dibentuklah Tim Nasional untuk pengurusan pendaftaran ke UNESCO.